Thursday, February 13, 2014

Story About His Valentine


          Entah berapa lama ia telah memendam semua perasaan yang ia miliki. Introvert, begitulah orang-orang menghujatnya karena kelainan yang ia miliki. Apakah dia salah untuk menjadi seperti itu? Apakah itu adalah salah dari keluarga maupun koleganya? Tidak ada seorang pun yang tahu begitu juga ia. Hari ini seharusnya menjadi hari yang menggembirakan baginya namun raut mukanya masih sama ketika ia berjalan berdampingan dengan kesendirian. Suatu peristiwa pernah terjadi dan ku pikir peristiwa ini cukup mengguncang hati kecilnya yang tak pernah menemukan tempat untuk sejenak berpijak.

2007
          Hehehehehe, masih ku ingat valentine pertamaku coklat dan boneka (huh, cerita klasik.) Manis, terasa manis ketika pernah berangan-angan mendapatkan seorang perempuan untuk menjadi cinta pertamaku. Satu minggu sebelum peristiwa itu aku berusaha keras untuk mengumpulkan semua uang yang diberikan padaku untuk ku membelikan sebuah boneka kelinci kecil berwarna merah muda dan sebatang coklat (yah, walaupun berukuran sedang namun merek coklat yang memiliki bungkus berwarna ungu itu lumayan terkenal.) Dan hari pun mulai berganti menjadi tanggal 14 Februari saatnya aku dan dia berolahraga, setelah kelas mulai kosong aku mulai menjalankan rencan yang telah ku susun tak lupa member kartu ucapan yang ku selipkan pada boneka kelinci yang telah dimasukkan dengan rapi ke dalam tasnya. Akhirnya dia menerima coklat dan boneka dariku dengan air mata menyesal (mati aku) dan berakhirlah valentine untuk tahun itu

          Tak dapat diduga, ia masih memiliki memori yang usang itu. Entah mengapa ia tak pernah membuang segala kenangan baik yang manis maupun pahit yang ia miliki. Baginya semua itu berharga dan membantu dirinya untuk bekal bagi masa depan yang selalu abstrak baginya. Ia tak pernah menceritakan kisah ini pada siapa pun kecuali diriku. Sekelumit kisah pahit, sebongkah cerita pedih, dan selusin cerita duka yang miliki. Kisahnya masih berlanjut tak berhenti pada valentinenya yang pertama saja.

2009
          Tak terasa kini aku dan dia telah berpisah, ia berada jauh di sana sedangkan aku berada di sini (sendiri). Hari-hari ku jalani dengan berat karena memikirkan dirinya yang tak pernah aku miliki. Namun, apa yang aku lihat seakan-akan mengelabui mata ku. Distorsi kah? Atau mungkin minus yang bertambah? Tiba-tiba di hari pertama aku menjejakkan langkah di smp itu aku merasa menemukan sesuatu yang dapat mengobati rasa pilu dalam hatiku (walau aku belum mengenalnya). Tiap pagi aku berlari menuju kelasku untuk meletakkan tas ku dan berjalan menuju keluar kelas demi menunggunya memasuki kelasnya (yang bersebelahan dengan kelasku tentunya). Tiap hari tak pernah bosan-bosannya aku melakukan hal itu dan ia pun tak pernah menyadarinya (bahwa aku pengagum rahasianya). Aku tak pernah berani mengungkapkan perasaan yang aku miliki padanya karena masih terlalu cepat bagiku untuk melakukannya. (lagi-lagi) Seminggu sebelum valentine, ada temanku yang menanyaiku apakah aku akan memberikan sebatang coklat bagi pujaan hatiku dan aku menjawab iya lalu ia menawarkan bantuan untuk memberikan coklat kepada pujaan hatiku (Wah, kesempatan emas nih) dan aku menyetujuinya dengan riang. Menabung demi orang lain dan diri sendiri pun ku jalani lagi dan kali ini aku bias membeli sebatang coklat yang besar (puasnya diriku coklat yang sama kuantitas berbeda) dan tak lupa sepucuk surat ku sisipkan di coklat itu. 5 menit sebelum bel masuk berbunyi dan eksekusi pun di mulai. Temanku ternyata juga membawa coklat sendiri untuk orang yang ia sukai dan aku segera menitipkan coklatku padanya. Ia kembali dengan selamat dengan senyum di wajahnya (yang sedikit mirip orang gila sih). Dan hal buruk kembali terulang kali ini, di istirahat pertama sahabat dari pujaan hatiku mengembalikan coklat yang ku berikan pada pujaan hatiku dan berkata bahwa ia hanya diminta untuk mengembalikan coklat itu karena pujaan hatiku tidak menginginkannya.

          Jika aku menjadi dirinya mungkin aku sudah jadi gila karena kemalangan berulang-ulang menderanya. Entah kenapa ia dapat bertahan dan masih utuh hingga saat ini. Suatu keajaiban kah? Atau sebuah rencana yang telah dipersiapkan oleh kuasa yang lebih besar darinya yang membuat hidupnya seperti panggung melodrama. Ia jarang menangis hanya sering meluapkan perasaannya dengan menenggelamkan dirinya dalam bacaan-bacaan fiksi yang membawanya dalam buai fantasi. Dikala temannya yang lain dapat bercerita betapa hebat pasangan mereka, ia hanya meringkuk di dalam penjara kesunyiannya. Tak pernah ia sekalipun memiliki kecemburuan terhadap teman-temannya, tak pernah ia menyalahkan orang lain. Di tiap lembaran examen di Student Handbooknya hanya satu pintanya yaitu merasakan apa itu indahnya merasakan bahwa perasaan yang ia miliki dapat tersampaikan. Hanya itu yang ku tahu dari kehidupannya, kehidupan yang sebenarnya di kelilingi cinta dari kedua orang tuanya, adik-adiknya, saudaranya, teman-temannya, dan semua orang yang selalu setia berada di sampingnya selalu. Mungkin hal itulah yang dapat membuatnya bertahan untuk menghalau hari-harinya yang selalu kelabu tanpa warna lain yang mencoba menghiasi hari-harinya. Tak dapat dibayangkan jika ia tidak memiliki penopang lain dalam kehidupannya, entah apakah ia dapat berjalan tertatih hingga titik ini.

          Yah, walaupun akhir-akhir ini ia mendapat masalah lagi dalam hal percintaan dari mulai pendekatan hati yang ia rasa ia dan pujaan hatinya yang baru-baru ini menolak perasaannya lagi. Ia bercerita pada ku bahwa hal ini mirip dengan déjà vu baginya namun ketika ku piker ia akan menangis ketika menceritakan hal ini, ia malah tertawa dengan air mata kebahagiaan mengalir dari matanya dan mengatakan bahwa dia tidak apa-apa.Entah apa yang akan terjadi di valentine tahun ini baginya, kisah sedihkah? Mungkin saja kisah manis yang akan terukir. Aku pun tak tahu yang ku tahu pasti bahwa ia selalu memiliki cerita menarik untuk ia bagikan padaku.
Yogyakarta, 13 Februari 2013
(1 malam sebelum valentine)

Dari seorang sahabat