Apalah
arti perjumpaan tanpa adanya perpisahan? Seberapa berharganya sebuah cinta
tanpa adanya pengorbanan dan perjuangan? Sebuah frasa klise yang sering
tertulis pada roman-roman percintaan. Hal ini mengingatkanku pada beberapa hal
yang sudah berlalu dan selalu ku sesali.
Aku membaca sebuah karangan cerita tentang cinta yang tak pernah aku
pahami dan aku asala membolak-balikan halamannya saja sekedar untuk membunuh
waktu.
“Hayo Leon , galau lagi ya?” sergah kawanku Duta
yang masuk ke perpustakaan tanpa aku sadari
“Alah, pasti galau karena si itu ya?” tambah Julio
“Ah nggak aku cuma baca buku ini, menurutku menarik
karena ada teori percintaan menurut Selo Sumardjan” ujarku menutup-tutupi
kegundahan ku itu
“Sejak kapan Selo Sumardjan jadi ahli percintaan?”
pikirku tapi hanya kalimat itu yang terlintas di benakku
“Eh, gebetan……” celetukku
“Uhmm maksudku pacarmu gimana jul, masih yang itu
apa udah ganti?” kataku
“Oh iya, udah ganti lagi belom?” sambung Duta
“Ah kalian ini bisa saja” jawab Julio dan kami pun
mulai tertawa
Pagi ini,
Sabtu tanggal 14 Februari tahun 2015 suasana masih terasa panas walaupun aku
bernaung di perpustakaan yang full AC. 10 menit berlalu dan kami masih berada
di perpustakaan membicarakan permasalahan-permasalahan yang kami alami
akhir-akhir ini, mulai dari skrip film yang tak usai-usai hingga kejadian di
mana Duta dan Julio yang dipandang sebagai dua orang homo pada saat mereka
membeli minum kemarin siang (sumpah ini bikin aku geli sendiri).
“Woooyo man, ada kabar panas man” kata Sojo seorang
teman yang suka reggae dan ska yang juga menjadi teman satu kelas denganku dari
kelas X (sumpah ini berasa kutukan sekaligus keajaiban karena Sojo anaknya
humoris)
“Ono opo jo? Ora gawe-gawe lho!(Ada apa jo? Jangan
bilang hal yang tidak-tidak lho!)” kata ku agak terkejut hingga logat jawa ku
keluar
“Ada cewek jepun” kata Sojo
“Are you kidding me” pikir ku, Julio, dan Duta yang
saling berpandangan dengan wajah yang penasaran lalu kami pun berlari untuk
menuju ke kelas
Teriknya sengatan matahari tak menghalangi
langkah kami untuk sampai di kelas. Tapi aku mempunyai firasat yang agak aneh
karena pagi ini aku mendapat sebuah pesan singkat namun tulisan yang ada dalam
pesan tersebut menggunakkan logat Jepang, kanji kalau tidak salah. Pertamanya
aku merasa terkejut karena nomor yang mengirim pesan itu tidak ada dalam kontak
ku dan
ku pikir itu hanya salah sambung saja, tapi………
“On” kata Duta yang pertama sampai di kelas
“On” lanjut Julio yang berdiri sambil mematung
“Apa!” kata ku terengah-engah dan masih tertunduk
“Rrrrrrr….. Rena-chan, desu ka?” lanjutku sambil
menunjuk orang yang berdiri di depan kelas seperti orang bingung
“Leon-kun” katanya berseri-seri sambil berlari, anu
lebih tepatnya menerjang dan menubruk ku hingga terjatuh
“Anjir,
ini orang apa badak?” pikirku
Ku akui
pada pertemuan pertama sekitar 2 atau 3 tahun yang lalu, aku masih agak
canggung saat berbincang-bincang dengannya.