Monday, October 13, 2014

Kenapa Dia Kembali? (Highschool of Delusion part 1)

     Apalah arti perjumpaan tanpa adanya perpisahan? Seberapa berharganya sebuah cinta tanpa adanya pengorbanan dan perjuangan? Sebuah frasa klise yang sering tertulis pada roman-roman percintaan. Hal ini mengingatkanku pada beberapa hal yang sudah berlalu dan selalu ku sesali.  Aku membaca sebuah karangan cerita tentang cinta yang tak pernah aku pahami dan aku asala membolak-balikan halamannya saja sekedar untuk membunuh waktu.

“Hayo Leon , galau lagi ya?” sergah kawanku Duta yang masuk ke perpustakaan tanpa aku sadari

“Alah, pasti galau karena si itu ya?” tambah Julio

“Ah nggak aku cuma baca buku ini, menurutku menarik karena ada teori percintaan menurut Selo Sumardjan” ujarku menutup-tutupi kegundahan ku itu

“Sejak kapan Selo Sumardjan jadi ahli percintaan?” pikirku tapi hanya kalimat itu yang terlintas di benakku

“Eh, gebetan……” celetukku

“Uhmm maksudku pacarmu gimana jul, masih yang itu apa udah ganti?” kataku

“Oh iya, udah ganti lagi belom?” sambung Duta

“Ah kalian ini bisa saja” jawab Julio dan kami pun mulai tertawa

     Pagi ini, Sabtu tanggal 14 Februari tahun 2015 suasana masih terasa panas walaupun aku bernaung di perpustakaan yang full AC. 10 menit berlalu dan kami masih berada di perpustakaan membicarakan permasalahan-permasalahan yang kami alami akhir-akhir ini, mulai dari skrip film yang tak usai-usai hingga kejadian di mana Duta dan Julio yang dipandang sebagai dua orang homo pada saat mereka membeli minum kemarin siang (sumpah ini bikin aku geli sendiri).

“Woooyo man, ada kabar panas man” kata Sojo seorang teman yang suka reggae dan ska yang juga menjadi teman satu kelas denganku dari kelas X (sumpah ini berasa kutukan sekaligus keajaiban karena Sojo anaknya humoris)

“Ono opo jo? Ora gawe-gawe lho!(Ada apa jo? Jangan bilang hal yang tidak-tidak lho!)” kata ku agak terkejut hingga logat jawa ku keluar

“Ada cewek jepun” kata Sojo

“Are you kidding me” pikir ku, Julio, dan Duta yang saling berpandangan dengan wajah yang penasaran lalu kami pun berlari untuk menuju ke kelas

     Teriknya sengatan matahari tak menghalangi langkah kami untuk sampai di kelas. Tapi aku mempunyai firasat yang agak aneh karena pagi ini aku mendapat sebuah pesan singkat namun tulisan yang ada dalam pesan tersebut menggunakkan logat Jepang, kanji kalau tidak salah. Pertamanya aku merasa terkejut karena nomor yang mengirim pesan itu tidak ada dalam kontak ku  dan  ku pikir itu hanya salah sambung saja, tapi………

“On” kata Duta yang pertama sampai di kelas

“On” lanjut Julio yang berdiri sambil mematung

“Apa!” kata ku terengah-engah dan masih tertunduk

“Rrrrrrr….. Rena-chan, desu ka?” lanjutku sambil menunjuk orang yang berdiri di depan kelas seperti orang bingung

“Leon-kun” katanya berseri-seri sambil berlari, anu lebih tepatnya menerjang dan menubruk ku hingga terjatuh

“Anjir, ini orang apa badak?” pikirku

     Ku akui pada pertemuan pertama sekitar 2 atau 3 tahun yang lalu, aku masih agak canggung saat berbincang-bincang dengannya.