Friday, December 19, 2014

Sebuah Kisah Usang


"Din" kataku mencoba memecah keheningan yang makin lama makin terasa

"Ya?" sahutnya sembari memalingkan arah pandangannya kepadaku

"Eh, ga papa" lanjutku

       Keheningan kembali tercipta setelah sekian lama aku dan dia tidak berjumpa dan akhirnya bertemu lagi di sini, di tempat di mana kami pertama kali berjumpa. Mungkin ini adalah suatu kebetulan atau sebuah rancangan yang telah dibuat oleh Tuhan, entah yang mana yang benar tapi sekali lagi aku harus bertatap muka dan berbincang dengannya. 

       Ruang kelas mulai sepi ketika aku mencoba untuk beranjak dari tempat dudukku dan pulang. Tapi ada sebuah dorongan untuk tidak melaksanakan niatku.

"Vin" katanya

"Yap?" tanyaku

"Mau pulang bareng nggak?" tawarnya

      Kalau dipikir secara logis, jarak dari sekolah ke rumahnya tidak satu jalur dengan jalur yang biasa ku pakai untuk pulang ke rumah. Dan kami pun meninggalkan ruang kelas dan berjalan ke arah tempat parkir motor. Langit mulai mendung dan perasaan yang tidak mengenakkan mulai merambati diriku namun.........

"Hujan rintik-rintik yang mulai turun, aku pun menutup layar kisah ini" ia mulai bersenandung pada saat aku mencoba memakai helm

"Eh?" tanyaku

"Kenapa vin?" balasnya

"Kamu suka JKT48?" lanjutku

"Uhm nggak sih, cuma semalem aku dengerin lagu di radio dan lagunya cocok banget. Kalo nggak salah judulnya itu......" ia mencoba mengingat-ingatnya

"Temodemo no namida!" sahut kami berbarengan

"Hahahahahahaha" kami saling tertawa seperti dua orang yang tidak waras

-30 menit kemudian-

       Kami berdua telah sampai di rumahnya dan aku langsung berpamitan untuk pulang ke rumahku. Pada perjalanan pulang tiba-tiba beberapa serpihan kenangan dari masa lalu merasuki benakku. Sebenarnya aku menyimpan rasa padanya tapi ia hanya tersenyum saat aku mengungkapkan perasaan ku dan hal ini masih menjadi misteri untukku.

        Sesampainya di rumah, ternyata ada sebuah panggilan yang masuk namun tidak bisa aku terima karena tadi aku masih dalam perjalanan. Panggilan itu berasal dari dia......

"Din, kenapa tadi telpon?" kataku memulai perbincangan itu

"Ehm, sebenernya......." ia menjawabnya

"Iya....iya...iya!" suara dalam pikiranku mulai meledak-ledak

*tuuuuut*

"Sh*t!" aku mulai memaki karena pada saat ku kira ia akan menjawab perasaan yang sudah ku sampaikan, ternyata........ pulsa ku habis.

Tuesday, October 21, 2014

Ai, nihongo, soshite kanojo (Highschool of Delusion part 2)

     Dulu ia pernah tinggal di Indonesia, lebih tepatnya keluarganya mengontrak di rumah yang ada di depan rumahku. Seorang gadis yang aneh dan asing tiba-tiba masuk ke kompleks perumahan ku seperti bom yang mengacaukan stabilitas komunitas kecil yang hidup tentram di wilayah terpencil (Tapi bukan pedalaman sih). Bagi para orang dewasa hal ini disambut baik, begitu pula dengan para kaum-kaum lainnya(dari anak muda sampai anak-anak). Tapi tidak denganku.

“Dik!” teriak kakakku dari lantai bawah

“Apa!” teriakku dari atas yang lagi asyik-asyiknya membaca light novel di kamarku
“Cepet turun!” lanjutnya

“Nggak mau, kakak aja yang ke atas!” seruku pada kakak perempuanku itu

“Kalau nggak turun, nggak kakak buatin es spesial!” paksanya

“Kampret, kenapa kakak yang satu ini pandai memaksa?” pikirku sambil menuruni anak tangga satu per satu sambil masih membaca light novel yang sengaja ku corat-coreti untuk mentranskripsikan tulisan kanji ke dalam bahasa Indonesia

     Sebenarnya aku malas tapi mau gimana lagi, udah hawanya panas dan kakak nawarin mau buatin es walaupun agak maksa. Sesampainya di lantai bawah, aku kebingungan karena ada kue dan beberapa gelas es yang diletakkan di atas meja makan.

“Kesempatan nih hehehehe” pikirku sambil mengecek situasi dan aku yakin tidak ada seorang pun di rumah

“Hiiiiat!” teriak kakakku yang entah darimana tiba-tiba saja muncul dan mengeluarkan jurus karate yang targetnya tidak lain tidak bukan adalah kepalaku

     Aku bermanuver dan member serangan balasan ke arah perutnya yang tidak dilindung. Ia berhasil mengelak dan menangkap tanganku tapi aku menyeruduk  perutnya (maklum refleks) dan tak memikirkan resiko bahwa bisa saja ia melepaskan tanganku lalu menggunakan kedua tangannya untuk membelah kepalaku semudah ia membelah semangka. Kakak terjatuh dan mulai menangis.

“Hiks, dedek kejam! Beraninya sama cewek!” serunya

“Kak Shinta sih…” belum sempat aku menyelesaikan kata-kata ku

“Double slap!!!” serunya mengeluarkan jurus tamparan bertubi-tubi

“Ampun kak, ampun!” seruku

“Tiada ampun  bagi mu *grin*” lanjut kak Shinta

     Sekitar 15 menit setelah kegilaan ini esnya mencair dan kak Shinta menyalahkan ku atas hal ini. Aku bingung sebenarnya ini salah siapa? Harusnya kan kak Shinta yang salah, bukan salahku. Dan dengan terpaksa aku harus membuat ulang es special yang aku nggak tahu cara buatnya dan kak Shinta nggak mau ngasih tahu caranya. Saat aku membuka lemari es, ternyata es nya abis! Suara lolongan anjing makin seru, ada tawa cekikikan dari seorang wanita, dan baying-bayang hitam berlarian. Oke, aku coba menegarkan diriku dan keadaan ini nggak seburuk dipaksa pacaran sama kuntilanak gila di kuburan pas malem Jum’at kliwon.

“Nyil!” teriakku memanggil adikku yang nomor satu (btw nyil itu panggilan sehari-hari)

“Kunyil satu siap!” kata Alex sambil memposisikan tanggannya untuk hormat

“Kunyil dua mana?” tanyaku

“Lagi balapan sepeda sama temen-temennya!”jawabnya

“Anak perempuan umur empat tahun balapan sepeda? Kalau udah gede entar balapan apa? Balapan pesawat?” pikirku

“Yaudah, sono beli es di warung Mas Jono” perintahku

“Tidak bisa komandan, masih ada misi yang harus saya selesaikan!” tolaknya sambil berlari keluar

     Aku mengambil sandal tidur yang tergeletak di dapur (punya Kak Shinta) dan membidik kepalanya. Lemparan dengan akurasi mendekati sempurna membuat lemparan itu kena tepat di kepalanya, dan ia membalas dengan melempar sepatu boot ayah yang berada di garasi dekat tempat sepedanya terparkir. Aku berhasil mengelak tapi lemparan tersebut mengenai satu piring yang malang dan piring tersebut pecah.

“Leon!” seru Kak Shinta

“Iya, iya!” ujarku

     Dengan terpaksa aku menggunakan es dari bekas eksperimen minuman bersoda yang aku awetkan semalam di freezer (mungkin esnya menjadi agak nyentrik rasanya). Seusai mengiris buah-buahan dan diberi campuran susu dan diblender, akhirnya e situ jadi (aku namain es amburadul karena kalau susu dicampur soda akan jadi susu suda tapi kalo smoothie campur soda nggak tahu gimana rasanya).

“Permisi” kataku sambil memencet belnya (jangan tanya aku mencet pake apaan) yang posisinya sejajar dengan muka ku

“Chotto matte” sebuah suara muncul dari dalam rumah

“Oh, Jepun ya?” pikirku


*cklek* pintu itu terbuka dan……

“Ano……” kata perempuan yang sebaya denganku

“Dafuq, cewek Jepang?” pikirku

“Eto……” lanjutnya masih mencoba mencari fokus karena pandangannya naik turun dari ku ke arah lantai

“Emang, di lantai ada apa?” aku pun menatap lantai mencari sesuatu yang aneh

     Ia pun masuk kembali ke dalam rumah dan menutup pintu, kampret. Nah sekarang aku harus gimana? Apa aku pulang aja ya? Tepat sebelum aku beranjak dari teras, pintu terbuka lagi dan ternyata yang membukakan pintu tersebut adalah seorang perempuan yang lebih dewasa dari yang sebelumnya.

“Mungkin ini kakaknya” pikirku

“Konnichiwa, hajimemashite watashi wa Leon desu” kataku seraya membungkuk kan badan

     Untungnya nampan dan apa yang ada di atasnya telah aku letakkan di meja yang ada di teras. Jika aku tidak menaruhnya, bisa dibayangkan seberapa parah kekacauan yang aku perbuat di teras depan keluarga itu.

“Konnichiwa, watashi wa Akicha desu” balas perempuan itu

“Akicha-san bisa bahasa Indonesia?” tanyaku dengan polosnya

“Sss..Sedikit” jawabnya dan tertunduk malu

     Tiba-tiba aku tak kuat untuk menahan tawa dan kami pun tertawa, menertawakan hal yang tak kami ketahui. Setelah kami selesai tertawa, kami membawa semua makanan dan minuman yang aku bawa dari rumah (semacam sarana ramah tamah mungkin?).

     Baru beberapa langkah dari pintu masuk, rasa penasaranku muncul karena aku melihat lagi perempuan yang ku jumpai sebelum Akicha dan aku ingin mengenalnya lebih jauh lagi. Tapi sebelum hal itu terjadi, aku harus mengenal siapa nama dari perempuan itu. Aku dan Akicha menaruh hidangan dan minuman yang kami bawa ke atas meja ruang tamu, dan aku pun dipersilahkan untuk duduk.

Akicha-san soko ni suwatte iru josei wa daredesu ka?” tanya ku

"Ā, sore Rena-chan" jelasnya

"Oh, jadi yang tadi ku temui itu Rena" pikirku

     Aku tersenyum ke arahnya dan ia hanya bisa tersipu malu (atau mungkin ini hanya perasaan ku saja?). Hujan mendadak turun dengan derasnya dan sialnya aku lupa untuk membawa payung, dengan terpaksa ku putuskan untuk menetap dan menunggu hujan untuk berhenti. Handphone ku berdering tanda aku harus kembali ke rumah.

"Uhmm, Leon-kun anata wa ie ni kaeritai? tawar Rena dengan malu-malu

     Tanpa banyak bicara, aku langsung mengiyakan tawaran Rena-chan dan ia mengantarku untuk pulang ke rumah (walau sebenarnya jarak rumah ku dengan rumahnya tidak terlalu jauh). Hujan yang lumayan deras di sore ini membawa suasana syahdu namun petir yang menyambar tetap saja menyebalkan.

"Rena-chan takut petir nggak?" tanya ku yang mengasumsikan bahwa Rena mengerti apa yang ku bicarakan

     Ia menggelengkan kepala tanda bahwa ia tidak takut namun dengan ekspresi muka yang membuatku ingin mencubit pipinya yang terlalu kawaii.

*blar*

     Tiba-tiba kilat membelah langit dan petir tercipta, pada saat aku menoleh ke arah Rena.... Ia hampir menangis.

"Rena-chan kanojo ni naranakute mo ii yo?" (ku pikir ini artinya apa kamu baik-baik saja padahal terjemahan kasarnya: nggak jadi pacarku juga ga papa kok) ku katakan untuk menanyakan keadaannya

"Rena-chan wa daijōbu janai nanika?" <-- Ini yang harusnya ku katakan

"Eh, nani?" katanya sambil menutup telinganya dengan sebelah tangannya

"Eto..." aku agak mikir

     Setelah agak lama aku menyadari kesalahan ku ia pun menoleh ke arahku dan memandang mataku, aku pun juga melakukan hal yang sama sampai...... sebuah mobil melintas dan mencipratkan air yang ada di kubangan ke Rena-chan.

"Udah, ntar ganti aja di rumahku" tawarku padanya

Dan ia pun menganggguk.


NB: Gomen, jika tulisan Jepangnya nggak terlalu baik. Mohon dimaklumi dan bantu untuk memberikan komentar agar saya bisa lebih memperbaikinya.

Monday, October 13, 2014

Kenapa Dia Kembali? (Highschool of Delusion part 1)

     Apalah arti perjumpaan tanpa adanya perpisahan? Seberapa berharganya sebuah cinta tanpa adanya pengorbanan dan perjuangan? Sebuah frasa klise yang sering tertulis pada roman-roman percintaan. Hal ini mengingatkanku pada beberapa hal yang sudah berlalu dan selalu ku sesali.  Aku membaca sebuah karangan cerita tentang cinta yang tak pernah aku pahami dan aku asala membolak-balikan halamannya saja sekedar untuk membunuh waktu.

“Hayo Leon , galau lagi ya?” sergah kawanku Duta yang masuk ke perpustakaan tanpa aku sadari

“Alah, pasti galau karena si itu ya?” tambah Julio

“Ah nggak aku cuma baca buku ini, menurutku menarik karena ada teori percintaan menurut Selo Sumardjan” ujarku menutup-tutupi kegundahan ku itu

“Sejak kapan Selo Sumardjan jadi ahli percintaan?” pikirku tapi hanya kalimat itu yang terlintas di benakku

“Eh, gebetan……” celetukku

“Uhmm maksudku pacarmu gimana jul, masih yang itu apa udah ganti?” kataku

“Oh iya, udah ganti lagi belom?” sambung Duta

“Ah kalian ini bisa saja” jawab Julio dan kami pun mulai tertawa

     Pagi ini, Sabtu tanggal 14 Februari tahun 2015 suasana masih terasa panas walaupun aku bernaung di perpustakaan yang full AC. 10 menit berlalu dan kami masih berada di perpustakaan membicarakan permasalahan-permasalahan yang kami alami akhir-akhir ini, mulai dari skrip film yang tak usai-usai hingga kejadian di mana Duta dan Julio yang dipandang sebagai dua orang homo pada saat mereka membeli minum kemarin siang (sumpah ini bikin aku geli sendiri).

“Woooyo man, ada kabar panas man” kata Sojo seorang teman yang suka reggae dan ska yang juga menjadi teman satu kelas denganku dari kelas X (sumpah ini berasa kutukan sekaligus keajaiban karena Sojo anaknya humoris)

“Ono opo jo? Ora gawe-gawe lho!(Ada apa jo? Jangan bilang hal yang tidak-tidak lho!)” kata ku agak terkejut hingga logat jawa ku keluar

“Ada cewek jepun” kata Sojo

“Are you kidding me” pikir ku, Julio, dan Duta yang saling berpandangan dengan wajah yang penasaran lalu kami pun berlari untuk menuju ke kelas

     Teriknya sengatan matahari tak menghalangi langkah kami untuk sampai di kelas. Tapi aku mempunyai firasat yang agak aneh karena pagi ini aku mendapat sebuah pesan singkat namun tulisan yang ada dalam pesan tersebut menggunakkan logat Jepang, kanji kalau tidak salah. Pertamanya aku merasa terkejut karena nomor yang mengirim pesan itu tidak ada dalam kontak ku  dan  ku pikir itu hanya salah sambung saja, tapi………

“On” kata Duta yang pertama sampai di kelas

“On” lanjut Julio yang berdiri sambil mematung

“Apa!” kata ku terengah-engah dan masih tertunduk

“Rrrrrrr….. Rena-chan, desu ka?” lanjutku sambil menunjuk orang yang berdiri di depan kelas seperti orang bingung

“Leon-kun” katanya berseri-seri sambil berlari, anu lebih tepatnya menerjang dan menubruk ku hingga terjatuh

“Anjir, ini orang apa badak?” pikirku

     Ku akui pada pertemuan pertama sekitar 2 atau 3 tahun yang lalu, aku masih agak canggung saat berbincang-bincang dengannya. 

Tuesday, October 7, 2014

Review Annabelle

     Oke, mungkin ini nggak ada sangkut-pautnya dengan JKT48 tapi film yang satu ini sangat sayang bila dilewatkan. Diawali dengan sebuah quotes menarik yang mengatakan bahwa boneka hanyalah media atau wadah bagi roh baik itu roh yang baik maupun yang buruk. Kisah berlanjut dan menceritakan latar belakang sebelum film Conjuring yang menceritakan tentang John dan Mia, sepasang suami istri yang bahagia karena Mia mengandung anak pertama mereka. Dan inilah foto mereka pada saat sesi interview.
"Annabelle Wallis (as Mia) and Ward Horton (as John) interview session"














 Dan ini foto pada saat John membeli boneka "Annabelle" untuk kelahiran anak pertamanya
"Annabelle un-boxing"
      Seperti yang telah tertulis di bagian awal bahwa boneka itu hanyalah media saja maka pada awalnya tidak ada masalah hingga terjadi kasus pembunuhan seperti yang tertera di trailernya (belum nonton? Klik link ini https://www.youtube.com/watch?v=paFgQNPGlsg)
      Oke itu tadi sebagian cerita tentang jalan filmnya (kalau dilanjutin takutnya spoiler, gomenasai). Overall filmnya good enough lah karena ada beberapa bagian yang harusnya membuat terkejut tapi jika saya bandingkan dengan beberapa film yang telah saya tonton sebelumnya, bagian-bagian tersebut kurang "menohok" bagi saya. Ada juga bagian yang sangat istimewa yaitu pada saat Romo Perez yang hendak mengexorcist iblis yang ada di dalam boneka malah kalah dan ekspektasi yang saya miliki sebelumnya bahwa Romo Perez akan meninggal pada saat berada di jembatan di mana adegan ini mirip dengan film revenge of Chucky tapi ternyata adegan exorcist ini lebih mirip dengan adegan pada saat Romo Delaney kalah dengan "mahluk" yang menghuni rumah pada film amityville horror.
      Plot dari film ini juga mirip dengan Paranormal activity di mana entitas yang jahat adalah iblis sendiri bukan arwah dari orang yang telah mati. Kelebihan dari film ini adalah cara-cara menghadirkan sensasi yang mencekam dengan efek suara yang menggelegar dan juga pengambilan gambar atau point of view yang sangat menarik (dan lucunya, hal ini membuat saya kagum dengan salah satu masterpiece yang sangat keren ini bukannya malah terkejut dan teriak-teriak seperti orang kesurupan). Sedangkan yang kurang dan sebenarnya bisa lebih diangkat pada sekuel ini adalah penjelasan yang lebih tentang ram disciple yang mendapat peran sebagai kelompok antagonis pada cerita ini.

       Akhir kata, film ini sungguh layak ditonton apalagi bagi pecinta film horror kalau nggak.....


Monday, September 8, 2014

Starry Night


          Pagi itu seperti biasanya sebelum aku menuju ke kantorku, aku selalu menyempatkan diriku untuk mengunjungi sebuah kios musik kecil dipinggiran pertokoan itu. Sang pemilik kios tersebut adalah seorang kakek yang sudah lumayan berumur. Yang menjadi daya tarik dari kios tersebut bukan karena kakek itu, tetapi anak dari kakek tersebut. Sebenarnya aku kurang paham, apakah perempuan itu merupakan anak atau cucunya. 

"Mbak, album V nya Maroon 5 sudah ada belum?" tanya ku dengan sopan

"Coba dicari di rak sebelah utara, mas" jawabnya

          Perlahan-lahan, ku susuri satu per satu kaset yang berada di rak tersebut. Namun tak juga ku temukan benda yang aku cari. Ternyata, album Ghost Stories dari Coldplay sudah ada dan langsung saja aku bawa ke kasir.

"Wah, ternyata yang Maroon V belum ada mbak" kataku

"Lho, padahal baru saja pagi ini saya susun di sana mas" ujarnya

"Yang covernya biru ya mbak?" tanyaku

"Iya mas" jawabnya

"Ada gambar sayap burungnya, ya?" lanjutku

"He'e" sambungnya

"Yang ini, ya?" tanyaku sambil menunjukkan CD yang aku ambil

"Nah, yang itu mas" ujarnya

"Mas Leon ya?" katanya secara tiba-tiba setelah mengamatiku dengan seksama

"Iya" kataku berusaha terlihat kalem

"Eh mas, mau sekalian beli album Papan Penanda Isi Hati nya JKT48 sekalian ndak?" tawarnya

"Hehehehehe, ndak dulu baru bokek je" ujarku sambil mengecek isi dompet yang tinggal berisi 2 lembar 50 ribuan dan Shania pun tertawa

          Mungkin pagi itu ia agak kebingungan melihat diriku yang mengenakan pakaian formal, tidak seperti yang biasanya ku kenakan. Pagi ini, ada sebuah meeting dengan salah satu investor pemegang saham terbesar di perusahaan di mana aku bekerja. Biasanya hanya orang-orang khusus yang mengikuti meeting ini dan entah mengapa aku termasuk salah satu di antaranya. Padahal jika ku pikir ulang, kinerja ku selama ini biasa-biasa saja. Mungkinkah ini sebuah promosi jabatan? Hanya itulah yang dapat aku pikirkan.

"Mas Leon kok pakai baju bagus, kenapa ya?" tanyanya dengan akrab

"Rahasia, hehehehe" jawabku santai sambil keluar dari toko tersebut mengingat beberapa pekerjaan yang masih harus aku tanda tangani di kantor

          Sesampainya di kantor yang lokasinya tidak jauh dari toko musik itu, aku langsung menuju ruang kerja dan menandatangani beberapa dokumen dan masuk ke ruang meeting. Saat memasuki ruangan tersebut, ruang itu masih kosong. Beberapa menit menunggu namun ruangan meeting masih kosong, tapi.....

"S'lamat ulang tahun!" tiba-tiba beberapa orang termasuk investor yang ternyata sahabat lama ku membuka pintu dan membawa sebuah kue yang lumayan besar

"Jadi, meeting hari ini cuma bo'ongan ya?" tanya ku karena CIO dan CFO (entah karena mereka tidak punya kerjaan atau semacamnya) ikut mendalangi aksi ini

"Coba cek presentasi yang telah saya persiapkan" kata manajer bagian keuangan

          Ternyata setelah di buka, meeting kali ini bertujuan untuk merayakan ulang tahun sekaligus kenaikan pangkat ku dari seorang manajer bagian pemasaran menjadi Chief Executive Officer. Menurut ku hal ini terlalu cepat, mengingat bahwa aku baru beberapa tahun bekerja di perusahaan ini. Namun, beberapa kolega dan atasan menyarankan hal ini dan menganggap bahwa orang yang paling cocok untuk mengisi jabatan yang kosong tersebut.

"Ntar, makan-makannya jangan lupa ya pak CEO hehehehe" kata Kevin, investor yang juga sahabat lama ku

"Iya, siap deh bos hahahaha" kata ku sambil tertawa

          Setelah pesta yang lumayan meriah tersebut, hari mulai beranjak menjadi malam. Sekitar jam setengah delapan malam, aku membawa beberapa bingkisan untuk toko musik langganan ku dengan berjalan kaki dari pusat perbelanjaan. Ketika aku memasuki toko tersebut, nampaknya ada yang janggal karena tak ku dapati sosok Shania di sana. Setelah menaruh semua bingkisan ke bagian dalam toko yang sekaligus rumah tersebut bersama kakek dari Shania, aku dan kakeknya mulai berbincang-bincang

"Nak Leon selamat ulang tahun, ini kakek ada kado buat sampeyan" kata kakek tersebut dengan logat jawa yang lumayan kental

          Kalau tidak salah, Shania masih keturunan dari kraton. Keluarga kami juga telah lama berelasi, karena kakeknya adalah teman semasa kecil kakekku (yang terpaksa harus pindah ke kota untuk mengadu nasib).

"Wah, ndak usah repot-repot mbah" kataku sambil menerima kepingan hitam dari kakeknya Shania (kebiasaan orang jawa mah begini)

"Lho mbah, Shanju nya ke mana" ujarku (panggilan akrab Shania adalah Shanju)

"Biasa le, paling lagi mikirke langanne (Biasa nak, pasti lagi memikirkan pacarnya)" jawab kakek Shania mulai melinting rokok tembakaunya

          Mengingat bahwa aku tidak terlalu fasih menggunakan bahasa jawa yang baik dan benar, maka aku melanjutkan pertanyaan itu dengan Bahasa Indonesia.

"Oh, Shanju sudah punya pacar ya mbah?" tanya ku

"Wes, sampeyan takon mawon kaliyan Shanju" jawabnya

          Seperti biasanya, Shania berada di kamarnya pada saat "galau". Lagu Granade dari Bruno Mars terdengar alih-alih lagu Koisuru Fortune Cookie yang biasa ia putar pada saat bekerja.

*Tok* ku ketuk pintu tersebut

"Pergi!" katanya

"Kamu kenapa je nju?" tanya ku

"Mas Leon kan, pergi sono mas! Aku lagi nggak mau diganggu!" bentaknya

"Ya elah dek, kowe ngopo meneh je? (Ya elah dek, kamu ngapain lagi sih?)" tanyaku sambil mencoba membuka pintu yang ia kunci dari dalam

"Nek kowe cerito kan sopo ngerti aku iso mbantu (kalau kamu cerita, siapa tahu aku bisa bantu)" lanjutku

*Cklek* terdengar kunci pintu yang terbuka

          Mata Shania yang sembab sehabis menangis menambah rasa penasaran ku, dan ia pun mulai menceritakan permasalahannya. Ia bercerita bahwa pacarnya yang sudah lama merajut hubungan pacaran dengannya tiba-tiba meninggalkannya demi perempuan lain. Jam menunjukkan pukul 21.00 dan aku teringat bahwa masih harus menghadiri sebuah pesta makan malam, akhirnya tanpa pikir panjang aku mengajak Shania. Shania awalnya menolak tapi setelah ku jelaskan dengan panjang lebar akhirnya ia mau ikut.

"Lho, malam-malam Shania mau diajak kemana mas?" tanya kakeknya yang sudah menghabiskan beberapa linting rokok

"Mau cari makan dulu mbah" jawabku

"Ya sudah, jangan pulang malam-malam nduk" katanya pada Shania

           Taksi yang ku telepon sudah datang dan kami berdua menaikinya. Dalam perjalanan kami saling bercanda dan bercerita tentang apa saja yang terjadi selama hari ini sembari menikmati suasana hingar bingar kota Jakarta yang tak pernah sepi.

          Saat sampai di restoran, Shania kelihatan malu-malu tapi aku meyakinkannya agar tak usah ragu. Ternyata restoran bintang 5 tersebut telah dipesan dan yang lumayan mengagetkanku adalah pemesanan restoran itu atas namaku.

"Pak CEO, tanda tangan di sini pak" kata resepsionis

"O iya" kataku

"On, itu gebetanmu?" tanya  Kevin

"Eh, menurutmu gimana nju?" tanya ku pada Shania

"Errrrrr" kata Shania dengan gugup

          Nah, bagian terakhir dari pesta adalah yang paling gila (menurutku). Lomba "minum" sampai K.O. Ketika semua orang telah kalah, tinggal Kevin dan aku yang tersisa.

"Masih kuat satu ronde vin?" tanyaku

"Masih lah" jawabnya dengan setengah mabuk

          Padahal setelah itu dia K.O

"Mas, kamu ndak mabuk kan?" tanya Shania yang ketakutan

"Nggak kok" kata ku

"Sekarang kamu tutup mata deh" lanjutku

"Ahhh, nggak mau mas ntar diapa-apain" ujar Shania

"Nggak kok, aku jamin deh" kata ku

          Dan kami pun meninggalkan restoran tersebut setelah membayar bill yang harusnya bisa untuk makan 1 bulan (Sedih juga sih). Pemandangan langit malam Jakarta yang cerah dan bertabur bintang menghiasi malam ini.

"Will you marry me?" kataku setelah membuka penutup mata Shania dan memperlihatkan pemandangan indah ini

          Ia tidak mengeluarkan satu kata pun dan langsung memelukku.






Thursday, September 4, 2014

Bekal Istimewa

    Pagi ini aku bangun setelah beristirahat dari rutinitas yang lumayan menguras energi. Sedari tadi malam, aku masih bergumul dengan sebuah cerita yang entah akan aku selesaikan sampai di mana. Tak selang berapa lama, terdengar suara ketukan dari arah pintu depan.

"Siapa sih yang pagi-pagi begini iseng?" pikirku sambil menggaruk-garuk kepala

    Dan ketika pintu ku buka, tanpa ku sadari seakan-akan mata ini enggan bergerak dan tak terasa mulutku agak menganga.

"Kamu siapa?" entah kenapa kata ini langsung saja meluncur

"Eh, apaan sih? Ayo cepetan ntar terlambat lho!" katanya agak risih

"Aku siapa?" balasku mulai melantur

"Tuh kan, efek jomblo permanen" ujarnya sembari menjulurkan lidah

"Ya udah, kalau mau nungguin, di ruang tamu aja" tawarku sambil menuntunnya memasuki ruang tamu ku

    Selang sekitar 30 menit aku telah siap dan membawa sepiring roti dengan selai a la kadarnya dan ku suguhkan kepada dirinya.

"On, menurutku ceritanya dibeginikan saja" tiba-tiba ia mengatakan hal itu dan menyodorkan laptop yang dari tadi ada di ruang tamu dan hendak ku bawa ke sekolah

"Eh, eh, lho... kok kamu beginikan ceritanya? Ini kan cerita buatan ku" kata ku sambil mencermati alur yang sengaja Melody rubah

    Menurut pendapat pribadi ku, beberapa perubahan yang Melody berikan pada cerita ku memberi sebuah inspirasi baru lagi. Sebenarnya aku sudah tidak mampu untuk melanjutkan cerita itu, tapi entah kenapa karena kejadian insidental ini, semua berubah.

"Ceritanya ngga jelek-jelek amat kok, huft" dan ia langsung menggembungkan pipinya (kayak ikan buntal sih, aslinya)

"Iye, iye bawel" ujarku sambil mencubit pipinya

"Ihhh, Leon jahat deh!" teriaknya dan langsung melemparkan bantal pada ku

    Ku pikir sedikit kehebohan cukuplah untuk menyemarakan hari ini, dan sambil memakan roti yang kami bagi berdua, kami berangkat ke sekolah.

    Sebenarnya aku selalu memikirkan tentang dirinya, tapi apakah ia juga memikirkan diriku? Tapi walaupun aku memiliki rasa pada dirinya, namun ku pikir belum ada momen yang tepat untuk menyatakannya. Dan pelajaran pertama pun di mulai.

"Yak anak-anak hari ini kita akan mengadakan ulangan" kata Pak Steven, guru matematika

"Hmmmmm, mampus nih" pikirku karena posisi duduk yang kurang strategis

    Ketika aku menoleh ke belakang, Melody lagi-lagi mengejekku karena di sebelah tempat duduknya ada si Shania, si master matematika. Di tengah ke gundahan otak yang terpaksa memikir lebih keras dari biasanya, tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dari belakang

"Nih, dari Melody" kata teman di belakangku

    Kertas itu tidak langsung ku buka tapi ku lempar serampangan ke atas dan menyambar kipas angin (yang untungnya kipas angin tersebut tidak terlalu ringkih) dan hasilnya......

"Siapa yang bermain-main dengan kertas ini!" bentak Pak Steven yang terganggu karena kertas tersebut mengganggunya dalam mengoreksi hasil ujian dari kelas sebelah (padahal aslinya, ia mungkin mencari cara untuk menggombalik Bu Rani)

"Saya pak" jawabku santai, entah karena otak ini sudah mentok atau aku tak bisa mencari alasan untuk bersembunyi

"Kemarikan jawabanmu Leon!" perintahnya

*Hening*

    Keheningan ini membuatku risih, karena hanya ada dua kemungkinan yaitu: Jawabanku salah semua atau suatu hal yang lebih buruk dari itu dan tak bisa ku bayangkan. Setelah mencermati setiap goresan pena yang ada di lembar jawaban Pak Steven langsung menyerahkan kembali kertas jawabanku.

"Kamu boleh meninggalkan ruangan kelas ini, Leon" katanya mulai kalem

"Eh, serius pak?" tanyaku seperti orang tolol

"Iya lah, masak dua rius?" mungkin ia akan mengatakan hal ini

    Tanpa basa-basi ia hanya menggerakkan tangannya seperti mengusirku. Dan ku beranikan diriku untuk melihat ke lembar jawabanku dan tak bisa berkata apa-apa *stutter*. Seperti layangan putus tubuhku ini langsung menuju ke bangku dan terduduk diam. Teman-teman di sekitar langsung mencuri pandang dan langsung terdiam bak habis melihat hantu saja. 100 dengan warna merah tertera dipojokkan lembar jawabku. Sehabis memasukkan kertas ulangan tersebut ke dalam tas, aku langsung menuju perpustakaan untuk menumpang merasakan dinginnya AC perpus yang lumayan adem.

    Saat aku membuka pintu perpus dan menyapa bapak penjaga perpustakaan, aku melihat gadis ini. Kalau tidak salah namanya Ve, ia merupakan orang yang lumayan pendiam namun dianggap jenius oleh teman-teman yang sekelas dengannya. Info ini ku dapatkan dari Shania selain master dalam bidang matematika, ia juga gudang dari karakter tiap orang di sekolah mulai dari kelas X hingga XII. Oh iya, aku lupa mengatakannya di awal bahwa saat ini aku berada di kelas XII.

"Ve" sapa ku sambil mendekat

Tak ada jawaban

"Oi" kata ku sambil duduk di sampingnya

Ia menjauh dengan gerakkan ulat bulu

"Kamu kenapah?" tanya ku dengan cara biasanya yang menjengkelkan bagi kebanyakan orang dan berpindah posisi untuk mendekatinya lagi

*blug* Ve pun terjatuh dan langsung berdiri

"Kamu jahat" katanya pelan sembari mengambil ancang-ancang untuk melemparkan buku yang ia baca pada ku

"Eeeh maaf, kan aku cuma mau nyapa kamu, kamu nya sih yang cuek" kataku tanpa bersalah

    Tak terasa jam pelajaran telah berakhir dan memasuki jam istirahat (sebetulnya sih aku dan Ve sudah dari tadi istirahat). Waktu ku tanya sih, katanya Ve tadi ia habis mengerjakan ulangan fisika dan langsung ke perpus (jenius mah bebas). Saat aku hendak menuju kantin, Melody menghadang laju ku.

"Hayooo, mau ke kantin ya?" katanya

"Ya iyalah, masak mau ke rumahmu?" pikirku

"Eh, emangnya kenapa mel?" tanya ku

"Nih, aku bawa bekal dobel" lanjutnya

"Wah lumayan nih, nge hemat uang jajan" ujarku dalam hati

"Sejak kapan kamu bisa masak?" kata ku mulai kepo sambil duduk di pinggir lapangan bola bersama Melody

"Dari kemarin sih" ujarnya

"Wah, pasti nggak enak nih" canda ku

"Coba dulu baru komentar atuh" katanya mulai mengeluarkan logat sunda nya

"Iye, iye" kata ku

"Aaaak" ujarnya sambil mengangakan mulut meminta agar disuapi

"Kayak anak kecil aja kamu mel" kata ku dan memberikan sesendok bekal yang ia berikan, ke dalam mulutnya

"Leon, tutup mata mu" ujarnya secara tiba-tiba

"Ntar kalo aku tutup mata bekalku, kamu habisin" kata ku sewot

"Udah deh, percaya sama aku" ujarnya mencoba meyakinkan ku

*Ringgg* dan bel sekolah pun berbunyi, tanda jam istirahat telah usai

    Bekal itu masih tersisa setengah, dan ku putuskan untuk ku makan dengan cepat dan berlari untuk menyusul Melody. Hmmm, ada sedikit rasa hambar tapi hal ini tidak aku hiraukan dan langsung beranjak dari bangku di pinggiran lapangan itu.

*Sepulang Sekolah*

    Seusai memasukkan semua buku dan alat tulis, tiba-tiba Ayana, teman dekat Melody menghampiri ku
"Jadi, gimana on?" katanya secara tiba-tiba

"Gimana apanya?" kata ku balik bertanya pada dirinya

"Lho, bukanya Melody udah ngungkapin..." belum sempat ia menyelesaikan perkataannya, perutku terasa mulas

"Eeeh, tunggu bentar" ujarku sambil berlari menuju kamar kecil

    Perasaan, aku nggak makan sesuatu yang aneh deh hari ini. Lalu aku mengingat-ingat lagi dan aku teringat bekal dari Melody.

*Tok*

"Leon, kamu kenapa?" ujar Melody dari luar kamar mandi

    Ada beberapa hal yang membuat diri ku bingung pada saat ini, yang pertama adalah apakah Melody memasukkan sesuatu yang aneh dalam bekal tadi? Dan yang kedua, bagaimana dia bisa masuk ke dalam kamar mandi cowok?

"Udah agak baikan kok!" teriakku dari dalam wc (walau perutku masih agak sakit sih)

"Kamu mau jawab sekarang apa kapan on?" tanyanya secara absurd

"Jawab apanya oi?" ujarku kebingungan

"Surat yang aku selipkan dalam kotak bekal, udah kamu baca?" tanyanya

     Jangan-jangan....... Aku makan surat yang dia beri? Wah, pantas saja aku merasa mulas.

"Eh, udah kok" ujarku

"Kamu bohong on" katanya lalu terdengar isak tangis dan ia meninggalkan tempat itu

    Aku pun berlari untuk mengejarnya walaupun rasa mulas masih sangat menyiksaku. Akhirnya aku berhasil mengejarnya sebelum ia sempat mencapai gerbang sekolah.

"Maaf mel, mungkin selama ini aku yang kurang peka" ujarku

"........." ia hanya terdiam saja

"Sebenarnya aku juga suka kamu tapi aku masih menunggu momen yang tepat" lanjutku

"......." ia masih terdiam

"Leon" katanya mulai berujar

"Ya? Jadi gimana? Kita jadian?" tanyaku agak over

"Ritsleting celana mu masih ke buka" katanya sambil tertawa lepas

"Kampret" kataku dengan singkat dan membetulkan ritsleting

    Tanpa lebih banyak kata, kami meninggalkan sekolah menggunakan sepeda dan ia membonceng di sisi belakang sepeda. Ia memelukku erat. Ku pikir sih dia sengaja, eh taunya malah tidur dan ngiler. Dobel kampret. Akhirnya aku sengaja bermanuver agar Melody bangun dan akhirnya ia terbangun.

"Eh Leon, kenapa sepedanya goyang-goyang?" katanya

    Aku hanya terdiam dan menoleh kepadanya. Kami berdua tersenyum, hingga sepeda kami terjerembab ke sawah, tripel kampret. Masih untung kami nggak luka tapi baju kami basah, sial.

Sunday, August 17, 2014

Prolog yang lain



"Sang Raja tua itu telah mati!!" teriak salah satu anggota revolusioner itu

     Pagi ini di kala kabut masih turun dan sisa-sisa perayaan pergantian tahun belum hilang, tepatnya di tahun 215 FX. Di sebuah distrik bernama Aludibe di mana aku sedang menjalankan misi ku kali ini, tempat di mana hukum tak pernah menyentuh wilayah ini. Semua orang berdesak-desakan di bar Prick. Mulai dari assassin, bounty hunter, rogue, dan beberapa bajak laut yang tergabung dalam gerakan revolusioner menanti kehadiran pemimpin revolusioner yang sering disebut Yarn si Perak.

     Yarn merupakan mantan komandan perang untuk Pangeran Marc saat perebutan kekuasaan antara Pangeran Marc dan Raja Rex.Peperangan yang berlangsung selama 25 tahun itu dan dimenangkan oleh Raja Rex dengan bantuan dari Dewa Vulcan. Yarn yang menghilang di tengah pertempuran telah sejak lama menyusun rencana untuk melakukan pemberontakan terhadap Raja Rex. Raja Rex kehilangan sebelah kakinya setelah terkena peluru dari sebuah mortar sehabis menyerang kastil dari Pangeran Marc. Kini Raja Rex diasuh kedua putrinya yang hampir memasuki masa di mana mereka harus meninggalkan orang tua mereka untuk menikah sedangkan sang ratu telah lama wafat. Nama kedua putri tersebut adalah Putri Melody dan Putri Naomi.

      Sudah hampir genap 3 bulan aku melakukan pengejaran ini. Misi ku hanya satu yaitu merebut kembali sebuah benda yang telah lama menjadi warisan keluargaku, yaitu Inti sari dari Chaos awal mula dari segala makhluk hidup. Tak lama berselang munculah Yarn si Perak, tingginya sekitar 2,5 meter dan ia memiliki tubuh yang lumayan gemuk.

"Saudara- saudari ku, kita telah lama berjuang........" belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, sebuah panah menancap menembus jantungnya

"Penyusup!" seru seseorang dari tengah kerumunan dan keadaan di bar itu mulai kacau

     Terlihat sosok kemerah-merahan diterpa mentari di pagi itu dan ku rasa aku mengenali siapa pembunuh dari Yarn si Perak dan ia pun mulai berlari. Dari caranya melesat di antara kabut di atas genting-genting yang tidak terlalu kokoh, hanya ada satu orang yang memiliki kelincahan dan kelenturan yang sangat elok tersebut.

"Menyerahlah, Scarlet Ranger atau kepala mu akan kami lubangi!" seru beberapa sniper dan hunter dari arah jalan-jalan sempit tersebut

     Ia tak menggubris seruan itu, seperti biasanya. Selang berapa detik kemudian matahari mulai tertutup oleh ratusan anak panah dan beberapa kesunyian di pagi itu pecah atas letusan dari senapan-senapan yang mulai ditembakkan. Terlihat perasaan gelisah dari gestur langkahnya yang mulai melambat.

     Dengan jentikan jari pun aku berteleport menuju sampingnya

"Vortex" kata ku dan medan energi mulai melindungi kami berdua

"Hai, pagi yang indah bukan?" tanya ku dengan santai dan melempar beberapa botol cairan campuran dari uap air sungai Styx ditambah bisa dari manticore

"Lux" dan cahaya pun meledakan ramuan tersebut tepat di antara para gerombolan pengejar

*buuuuuum*

"Uhm, mungkin kamu tidak ingin melihat bagian ini" kata ku sambil melihat ke arahnya yang melihat ku dengan rasa takjub seakan tak percaya

"Oh, mungkin kamu sudah melupakan ku tapi izinkan aku mengenalkan diri ku lagi padamu, nama ku adalah Leon wahai Nona Veranda" ujarku seraya menurunkan topi dan membungkuk

"Tiiiiiidak mungkin itu kamu" katanya seperti melihat hantu dari masa lalunya

190 FX

     Veranda merupakan teman kecil ku, dulu kami sering berlatih panah bersama atau sekedar menakut-nakuti hewan ternak dengan lemparan batu dari ketapel kami. Ia merupakan pemanah terbaik dari desa kami sedangkan aku yang paling buruk. Dan semua berubah ketika para tetua memilih pelatihan yang cocok bagi kami, semua mendapat kelas pelatihan yang cocok dengan kemampuan mereka masing-masing kecuali satu orang yaitu aku. Ku pikir kedua orang tua ku akan sedih karena mereka adalah pasangan Alchemist dan Sage paling baik di komunitas itu. 
     
     Tapi malam sebelum pengumuman tersebut, kedua orang tua ku dipanggil untuk bertemu dengan tetua-tetua tersebut. Dengan sedikit akar winterwood, kulit scatterrat, dan bunga dari triggerpinch sebuah ramuan sederhana (bagi ku) dapat terselesaikan dengan cepat. Fungsi dari ramuan ini adalah untuk merubah wujud menjadi apa pun yang diinginkan oleh pembuat ramuan ini (karena kemampuan shape shifter yang tak pernah bisa terprediksi menjadi mahluk apa). Setelah mecoba berubah menjadi Puglyfly akhirnya aku terbang menuju rumah besar di mana para tetua sering mengadakan pertemuan.

“Kemampuan anak ini lebih dari apa yang bisa kami prediksikan” kata Urcos sang Oracle

“Kami tidak bisa membiarkan ia tetap hidup!” seru Xrimus sang Barbarian yang pernah membantai puluhan ribu monster dan mahluk abadi saat titanomakhia

“Atau kami bisa mengirimnya pada Hipostocis sang Pilgrim?” tawar Prus sang Sorcerer

     Seketika pandangan ku mengabur dan aku mendegar suara “Kembalilah pada ku, wahai anakku”

     Ketika aku terbangun semua tidak ada yang berubah, Alex adik kedua ku masih berlatih menggunakan kuda sedangkan Pritha adik ku yang terkecil sedang belajar alkimia tingkat dasar yaitu merubah batu menjadi emas. Ketika aku membuka pintu dan bersiap untuk menghadiri pengumuman itu, seekor naga razorback milik Michelle terparkir sembarangan di kebun mandrake yang dengan beruntungnya tidak tercabut olehnya.

“Pagi Leon” sapa Michelle dengan wajah yang berseri-seri

“Itu kenapa Lele kamu parkir sembarangan?” tanya ku sambil menunjuk naga nya

“Kan, kamu tahu aku belajar menaiki Lele baru beberapa hari ini” jawabnya tanpa ada rasa bersalah

“Ah, mungkin aku bisa memberi sedikit pelajaran padanya” pikirku dan melempar satu buah Dice of Random yang bisa menyimpan apa saja dan waktu penyimpanannya bisa diatur sesuka pemakainnya

“Bye Michelle, mungkin kamu harus jalan kaki kali ini hihihihihi” kata ku sambil meninggalkannya

“Ihhhhh, Leon jahat deh!” katanya sambil mencoba mengeluarkan Lele dari mainan mekanis itu

     Semua orang yang hadir pada pengumuman terebut telah mendapatkan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan tiba-tiba saja aku dihadang oleh dua ninja anggota klan Kurohitsugi yang biasa melakukan eksekusi bagi para musuh dari desa.

“Saudara Leon ikut kami” perintah mereka dan langsung melayangkan tinju ke arah ulu hati ku

     Panggung eksekusi tersebut tidaklah terlalu besar, kira-kira 2 kali 3 meter luasnya. Dan setelah para tetua selesai mengumumkan kesalahan-kesalahan yang tidak aku lakukan seketika langit menjadi gelap. Biasanya kejadian ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang antara lain: Persembahan bakaran yang kurang pada Apollo, Thor sedang melawan Loki, suasana hati dewa Indra yang kurang baik, atau yang paling buruk dari semua itu adalah dunia akan kiamat. Opsi terakhir adalah opsi yang paling ingin aku hindari, selain hujan susu sapi basi. Oke kejadian hujan susu sapi basi pernah terjadi dan keluarga kami kehabisan stok graypearl sebagai anti racun. Kecuali Pritha yang dengan santainya berlari ke sana ke mari untuk menyesap air hujan beracun tersebut.

     Naga Demonscream dengan ukuran 20 meter terlihat dari kejauhan dengan sayap yang terbuat dari api hitam sehitam daratan di sekitar sungai styx di dunia bawah. Ketika naga itu mulai menjerit segala pengekang yang di pasang di tubuhku mulai mengendur. Beberapa pemberani seperti Dragon Slayer yang dipimpin oleh Xrimus mulai membentuk posisi menyerang.

“Berhenti!” kata ku dan mereka mulai membentuk barisan di belakangku di antara kerumunan yang mulai tercerai-berai

     Michelle menaiki naga yang ia beri nama si Lele dan mulai menyerang tapi malah terjatuh dengan posisi kepala di bawah untung momentum kejatuhannya bisa dihambat oleh beberapa Wizard senior sehingga ia tidak terjerembap ke dalam lumpur.

“Omni Crix Devon Poxidus Crius Dei Tax Oi Partha!” serangkaian kumpulan mantra yang langsung melesat dari mulutku

     Tubuhku mulai terasa panas dan hal yang paling mengejutkan ku adalah aku bisa terbang dan wujudku berubah menjadi naga, dan naga merupakan salah satu bentuk shape shifter yang paling jarang di gunakkan oleh para shaper karena mantra ini telah lama hilang.

“Whoooarrgggghhh!!!” aku menantang naga tersebut

“Whiiiiiiiii!!!” sambut tantangan ku melalui suara yang keluar dari mulutnya yang dipenuhi oleh taring-taring yang terbuat dari Amethyst

     Naga itu mencoba mengigit ku dan taringnya berhasil menembus kulit yang berlapis racun yang belum pernah ku lihat. Seketika juga taring dari naga tersebut meleleh dan aku langsung mengeluarkan gelombang suara yang lebih mengerikan dari auman Garm. Dan seketika itu juga naga tersebut menghilang entah ke dimensi mana.

*pssssyuuu*

     Sebuah panah melesat mengenai diri ku yang masih berwujud naga, panah Srikandi milik Andela.

“Cepat panah naga itu! Jangan biarkan ia lolos!” Seru Andela pemimpin grup pemanah


     Dengan sekuat tenaga aku mencoba mengepakkan sayap itu dan melesat pergi meninggalkan desa kecil itu.

Sunday, August 10, 2014

Mengarungi Samudra Menemani Malam Minggumu


      

      Oke, pada tulisan kali ini, saya akan membahas dan mengulas tentang konser JKT48 di Solo tepatnya di Stadiun Sritex. Konser yang berjudul mengarungi samudra mengetuk pintu hatimu ini berdurasi sekitar 2 jam ini berhasil mengobati kerinduan fans-fans JKT48 yang berdomisili di daerah Solo dan sekitarnya.

      Member yang hadir pada konser kali ini adalah : Melody, Nabilah, Veranda, Jeje, Vanka, Beby, Sonia, Naomi, Nadila, Della, Acha, Via, Hanna, Ikha, dan Sinka. Walau pada konser kali ini ada member yang diharapkan untuk tampil yaitu Andela mengingat daerah asal Andela adalah kota Solo, namun Andela tidak diikutkan pada konser kali ini. "Semoga kalau ada konser lg di solo aku bisa ikut yaaaaa >< Uwaaa ;)" ujarnya dari akun twitter miliknya.

      Penempatan jadwal yang lumayan padat pada awal bulan Agustus mungkin menjadi salah satu faktor yang ikut mempengaruhi antusias penonton pada konser kali ini. Satu hari sebelum konser ini diadakan, ada konser lain yang melibatkan beberapa member JKT48 dan adanya theater Pajama Drive di hari yang bersamaan dengan diadakanya konser mengarungi samudra mengetuk pintu hatimu.

      Mungkin jumlah penonton konser yang agak menurun kemarin selain diakibatkan oleh member yang datang (beberapa orang mungkin bosan karena membernya itu-itu saja yang selalu tampil pada saat konser dan mereka membutuhkan suatu solusi yang dapat meningkatkan antusias penonton seperti diikutkannya member gen 3). Harga tiket juga menjadi salah satu hal yang lumayan memberatkan karena jika dibandingkan dengan beberapa konser-konser sebelumnya, akhir-akhir ini harga tiket konser JKT48 lumayan tinggi. Para penonton konser yang rata-rata memiliki status sebagai pelajar juga lumayan diberatkan dengan hal ini.

      Walaupun dari jumlah penonton yang lumayan sedikit, ini fotonya: 

Bisa dibandingkan berapa banyak penonton dan berapa banyak perbedaan harganya. Mari kita lanjut membahas tentang isi konsernya.

      Yang membuat saya agak tertarik dari awal konser adalah kejutan yang menjadi kageana adalah oshi saya, Naomi. Ada beberapa lagu yang lumayan asyik seperti Kondo koso Ecstasy yang koreografinya dibuat mirip Utsukushii Inazumi (membernya sampai hampir ngesot-ngesot dan ini keren). Lagu Junjou Shugi yang dibawakan oleh Naomi, Beby, dan Acha yang sangat apik dan juga games antara Team Junjou Shugi dan Kuroi Tenshi yang mencoba modeling menjadi putri Solo.

      Kesimpulan yang dapat saya tarik pada konser kali ini adalah antusias penonton yang mulai mengendur karena beberapa faktor yang telah saya sebutkan di atas tapi secara kualitas lighting dan sound juga pemilihan unit lagu (dibandingkan dengan konser JEC) dikemas secara lebih bagus.