Thursday, February 27, 2014

Saat Ekstrakulikuler (Daily Life School and JKT48 Part 10)

 
        Tak selang berapa lama, aku dan Elisa sudah sampai di depan kelas Dinda dan hal yang mengejutkanku adalah Bu Surti menghadangku sebelum aku dan Elisa sempat masuk ke dalam kelas Dinda.

“Noel” kata Bu Surti mengawali pembicaraan itu

“Waduh, aku lupa kalo hari ini harus mengikuti ekstra teater” gumamku dalam hati

“Iya bu, ada apa ya?” tanya ku

“Kamu tidak lupa bahwa hari ini kamu harus menghadiri ekskul teater kan?” balas Bu Surti 
menganggapi pertanyaanku

“Tidak bu” spontan kata itu keluar dari mulutku

“Maksud saya, tidak lupa bu” sambungku sebelum Bu Surti salah mengintepretasikan kata-kata ku

“Jangan lupa nanti ekskul di mulai jam 12” lanjut Bu Surti

“Siap bu” kata ku

          Dan ajaibnya saat aku menoleh ke belakang untuk mencari Elisa, tak ku dapati seorang pun di belakangku. Mungkin Elisa telah memasuki ruang kelas Dinda, tapi saat aku memasuki ruang kelas Dinda tidak ada seorang pun di dalam. Kebingungan itu berlanjut sampai tepat pukul 12 siang, dan akhirnya aku langsung menuju ruang ekskul untuk mengikuti ekskul teater.

          Hal yang mengejutkanku berikutnya, aku adalah satu-satunya laki-laki di ruangan itu dan hal ini membuatku sedikit gugup. Aku hanya duduk dipojok ruangan, sendirian berharap tidak ada yang memperhatikan segala yang ku lakukan.

“Noel” terdengar suara dari seseorang yang tidak asing memanggil ku

“Ya?” jawabku sambil mencoba mencari dari mana suara itu berasal

          Hal selanjutnya yang tak ku duga dari ucapanku tadi, seisi ruangan menengok ke arahku dan saat ku lihat ekspresi wajah dari hampir semua siswi yang bercampur antara kaget dan kagum. Ku sadari bahwa pemilik suara itu adalah Cigull. Ku pikir ia telah berangkat menuju theater JKT48 di FX Sudirman tapi mengapa ia masih berada di sini?

“Yak, selanjutnya silahkan Gabriel Noel untuk memperkenalkan diri” kata seseorang yang menggunakan pengeras suara dan aku yakin bahwa suara itu dimiliki oleh salah satu senior

“Eh” kata ku sambil menunjuk ke arahku sendiri

“Iye blo’on” spontan kata itu keluar dari mulut senior itu yang mungkin ia tidak sadari

          Senior itu turun dari panggung dengan wajah memerah karena malu dan disambut dengan gelak tawa yang membahana di aula. Aku maju dengan canggung dan sempat tersandung tapi masih bisa berdiri dan tersenyum. Beberapa orang sempat terpekik kaget ketika aku terantuk karpet yang tidak rata itu.

“Halo apa mic ini nyala?” ku coba pengeras suara itu dan ternyata suara itu menggema di aula yang lumayan besar itu

“Ya, nama saya Noel salam kenal” ujarku mengawali perkenalan itu

“Pacarnya Elisa ya? Ciyeee” sambung beberapa orang yang duduk di bagian belakang

“Bukan, ehm belum” candaku

“Paan sih el” suara itu berasal dari barisan depan dan aku hafal siapa pemilik suara itu

“Elisa” kata ku masih menggunakan pengeras suara

          Untunglah yang berada di aula hanya beberapa senior yang kebetulan adalah kenalan ku, beberapa junior, dan sisanya yang juga mayoritas hadirin adalah para siswi yang seangkatan denganku. Ku pikir Elisa pergi entah kemana ternyata ia, Dinda, Nada dan Cigull mengikuti ekskul yang sama denganku.

          Setelah beberapa saat seusai aku memperkenalkan diriku, terlihat tatapan yang tidak mengenakkan hati ku yang berasal dari beberapa senior. Oke, salah satu hal yang menjadikan sekolah ku terkenal dan mungkin juga salah satu hal yang dapat dibanggakan dari sekolahku adalah senioritas. Hal ini lumayan membuatku jengkel tapi apa daya jika aku hanyalah seorang junior culun dan tak dapat melawan mereka secara fisik karena mereka adalah perempuan, tapi aku tak kehabisan akal.

“Untuk sesi selanjutnya, beberapa kakak kelas akan menampilkan sebuah sandiwara sederhana ada sukarelawan?” tanya pembawa acara

          Aku langsung mengacungkan tangan dan seperti yang dapat ku duga aku terpilih untuk menjadi salah satu sukarelawan. Ini saatnya aku untuk membuktikan bahwa junior tak selamanya kalah oleh superioritas seniornya, mereka menjadi senior karena lebih cepat lahir daripada junior bukan karena junior selalu lebih bodoh daripada seniornya.

“Ah, ngapain sih kok dari tadi ditunggu nggak datang-datang” itulah kata yang menjadi pembuka yang menurutku lebih mirip dengan sinetron daripada teater

“Maaf,membuatmu lama menunggu” kata tokoh laki-lakinya yang kebetulan adalah aku

“Gue capek dengan hubungan kita yang semakin lama semakin nggak jelas” balas senior itu

“Tapi,….” Belum sempat aku menyelesaikan kata-kata itu, langsung saja dipotong oleh Lusi sang senior yang memerankan tokoh perempuan

“Pokoknya kita putus” ujarnya hendak berlalu meninggalkan ku jika saja tidak ku tahan tangannya

“Ini nggak ada di skrip woi” kata itulah yang dapat ku intepretasikan dari ekspresinya yang mulai kebingungan

“Memangnya ada skrip?” kutunjukkan kata itu lewat senyuman ku yang agak nakal

          Cigull memasuki panggung tanpa banyak bicara ia langsung menamparku dan berlalu sambil merangkul Lusi dan tirai pun di tutup. Perasaan ngilu masih ku rasakan ketika aku berjalan menyusuri belakang panggung hingga akhirnya beberapa senior mengitari ku siap untuk mencerca ku.

          Belum sempat sepatah kata pun keluar dari bibir mereka, ternyata pembawa acara memanggil nama ku lagi dan aku pun terselamatkan dari masalah yang ku perbuat. Aku kembali naik ke atas panggung disambut dengan riuhnya tepuk tangan dari beberapa hadirin termasuk Bu Surti yang juga mengacungkan ibu jarinya.