Tak selang
berapa lama, aku dan Elisa sudah sampai di depan kelas Dinda dan hal yang
mengejutkanku adalah Bu Surti menghadangku sebelum aku dan Elisa sempat masuk
ke dalam kelas Dinda.
“Noel” kata Bu Surti mengawali pembicaraan itu
“Waduh, aku lupa kalo hari ini harus mengikuti ekstra
teater” gumamku dalam hati
“Iya bu, ada apa ya?” tanya ku
“Kamu tidak lupa bahwa hari ini kamu harus menghadiri ekskul
teater kan?” balas Bu Surti
menganggapi pertanyaanku
“Tidak bu” spontan kata itu keluar dari mulutku
“Maksud saya, tidak lupa bu” sambungku sebelum Bu Surti
salah mengintepretasikan kata-kata ku
“Jangan lupa nanti ekskul di mulai jam 12” lanjut Bu Surti
“Siap bu” kata ku
Dan ajaibnya
saat aku menoleh ke belakang untuk mencari Elisa, tak ku dapati seorang pun di
belakangku. Mungkin Elisa telah memasuki ruang kelas Dinda, tapi saat aku
memasuki ruang kelas Dinda tidak ada seorang pun di dalam. Kebingungan itu
berlanjut sampai tepat pukul 12 siang, dan akhirnya aku langsung menuju ruang
ekskul untuk mengikuti ekskul teater.
Hal yang
mengejutkanku berikutnya, aku adalah satu-satunya laki-laki di ruangan itu dan
hal ini membuatku sedikit gugup. Aku hanya duduk dipojok ruangan, sendirian
berharap tidak ada yang memperhatikan segala yang ku lakukan.
“Noel” terdengar suara dari seseorang yang tidak asing
memanggil ku
“Ya?” jawabku sambil mencoba mencari dari mana suara itu
berasal
Hal
selanjutnya yang tak ku duga dari ucapanku tadi, seisi ruangan menengok ke
arahku dan saat ku lihat ekspresi wajah dari hampir semua siswi yang bercampur
antara kaget dan kagum. Ku sadari bahwa pemilik suara itu adalah Cigull. Ku
pikir ia telah berangkat menuju theater JKT48 di FX Sudirman tapi mengapa ia
masih berada di sini?
“Yak, selanjutnya silahkan Gabriel Noel untuk memperkenalkan
diri” kata seseorang yang menggunakan pengeras suara dan aku yakin bahwa suara
itu dimiliki oleh salah satu senior
“Eh” kata ku sambil menunjuk ke arahku sendiri
“Iye blo’on” spontan kata itu keluar dari mulut senior itu
yang mungkin ia tidak sadari
Senior itu
turun dari panggung dengan wajah memerah karena malu dan disambut dengan gelak
tawa yang membahana di aula. Aku maju dengan canggung dan sempat tersandung
tapi masih bisa berdiri dan tersenyum. Beberapa orang sempat terpekik kaget
ketika aku terantuk karpet yang tidak rata itu.
“Halo apa mic ini nyala?” ku coba pengeras suara itu dan
ternyata suara itu menggema di aula yang lumayan besar itu
“Ya, nama saya Noel salam kenal” ujarku mengawali perkenalan
itu
“Pacarnya Elisa ya? Ciyeee” sambung beberapa orang yang
duduk di bagian belakang
“Bukan, ehm belum” candaku
“Paan sih el” suara itu berasal dari barisan depan dan aku
hafal siapa pemilik suara itu
“Elisa” kata ku masih menggunakan pengeras suara
Untunglah
yang berada di aula hanya beberapa senior yang kebetulan adalah kenalan ku, beberapa
junior, dan sisanya yang juga mayoritas hadirin adalah para siswi yang
seangkatan denganku. Ku pikir Elisa pergi entah kemana ternyata ia, Dinda, Nada
dan Cigull mengikuti ekskul yang sama denganku.
Setelah
beberapa saat seusai aku memperkenalkan diriku, terlihat tatapan yang tidak
mengenakkan hati ku yang berasal dari beberapa senior. Oke, salah satu hal yang
menjadikan sekolah ku terkenal dan mungkin juga salah satu hal yang dapat
dibanggakan dari sekolahku adalah senioritas. Hal ini lumayan membuatku jengkel
tapi apa daya jika aku hanyalah seorang junior culun dan tak dapat melawan
mereka secara fisik karena mereka adalah perempuan, tapi aku tak kehabisan
akal.
“Untuk sesi selanjutnya, beberapa kakak kelas akan menampilkan
sebuah sandiwara sederhana ada sukarelawan?” tanya pembawa acara
Aku langsung
mengacungkan tangan dan seperti yang dapat ku duga aku terpilih untuk menjadi
salah satu sukarelawan. Ini saatnya aku untuk membuktikan bahwa junior tak
selamanya kalah oleh superioritas seniornya, mereka menjadi senior karena lebih
cepat lahir daripada junior bukan karena junior selalu lebih bodoh daripada
seniornya.
“Ah, ngapain sih kok dari tadi ditunggu nggak datang-datang”
itulah kata yang menjadi pembuka yang menurutku lebih mirip dengan sinetron
daripada teater
“Maaf,membuatmu lama menunggu” kata tokoh laki-lakinya yang
kebetulan adalah aku
“Gue capek dengan hubungan kita yang semakin lama semakin
nggak jelas” balas senior itu
“Tapi,….” Belum sempat aku menyelesaikan kata-kata itu,
langsung saja dipotong oleh Lusi sang senior yang memerankan tokoh perempuan
“Pokoknya kita putus” ujarnya hendak berlalu meninggalkan ku
jika saja tidak ku tahan tangannya
“Ini nggak ada di skrip woi” kata itulah yang dapat ku
intepretasikan dari ekspresinya yang mulai kebingungan
“Memangnya ada skrip?” kutunjukkan kata itu lewat senyuman
ku yang agak nakal
Cigull
memasuki panggung tanpa banyak bicara ia langsung menamparku dan berlalu sambil
merangkul Lusi dan tirai pun di tutup. Perasaan ngilu masih ku rasakan ketika
aku berjalan menyusuri belakang panggung hingga akhirnya beberapa senior
mengitari ku siap untuk mencerca ku.
Belum sempat
sepatah kata pun keluar dari bibir mereka, ternyata pembawa acara memanggil
nama ku lagi dan aku pun terselamatkan dari masalah yang ku perbuat. Aku
kembali naik ke atas panggung disambut dengan riuhnya tepuk tangan dari
beberapa hadirin termasuk Bu Surti yang juga mengacungkan ibu jarinya.