Sunday, August 17, 2014

Prolog yang lain



"Sang Raja tua itu telah mati!!" teriak salah satu anggota revolusioner itu

     Pagi ini di kala kabut masih turun dan sisa-sisa perayaan pergantian tahun belum hilang, tepatnya di tahun 215 FX. Di sebuah distrik bernama Aludibe di mana aku sedang menjalankan misi ku kali ini, tempat di mana hukum tak pernah menyentuh wilayah ini. Semua orang berdesak-desakan di bar Prick. Mulai dari assassin, bounty hunter, rogue, dan beberapa bajak laut yang tergabung dalam gerakan revolusioner menanti kehadiran pemimpin revolusioner yang sering disebut Yarn si Perak.

     Yarn merupakan mantan komandan perang untuk Pangeran Marc saat perebutan kekuasaan antara Pangeran Marc dan Raja Rex.Peperangan yang berlangsung selama 25 tahun itu dan dimenangkan oleh Raja Rex dengan bantuan dari Dewa Vulcan. Yarn yang menghilang di tengah pertempuran telah sejak lama menyusun rencana untuk melakukan pemberontakan terhadap Raja Rex. Raja Rex kehilangan sebelah kakinya setelah terkena peluru dari sebuah mortar sehabis menyerang kastil dari Pangeran Marc. Kini Raja Rex diasuh kedua putrinya yang hampir memasuki masa di mana mereka harus meninggalkan orang tua mereka untuk menikah sedangkan sang ratu telah lama wafat. Nama kedua putri tersebut adalah Putri Melody dan Putri Naomi.

      Sudah hampir genap 3 bulan aku melakukan pengejaran ini. Misi ku hanya satu yaitu merebut kembali sebuah benda yang telah lama menjadi warisan keluargaku, yaitu Inti sari dari Chaos awal mula dari segala makhluk hidup. Tak lama berselang munculah Yarn si Perak, tingginya sekitar 2,5 meter dan ia memiliki tubuh yang lumayan gemuk.

"Saudara- saudari ku, kita telah lama berjuang........" belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, sebuah panah menancap menembus jantungnya

"Penyusup!" seru seseorang dari tengah kerumunan dan keadaan di bar itu mulai kacau

     Terlihat sosok kemerah-merahan diterpa mentari di pagi itu dan ku rasa aku mengenali siapa pembunuh dari Yarn si Perak dan ia pun mulai berlari. Dari caranya melesat di antara kabut di atas genting-genting yang tidak terlalu kokoh, hanya ada satu orang yang memiliki kelincahan dan kelenturan yang sangat elok tersebut.

"Menyerahlah, Scarlet Ranger atau kepala mu akan kami lubangi!" seru beberapa sniper dan hunter dari arah jalan-jalan sempit tersebut

     Ia tak menggubris seruan itu, seperti biasanya. Selang berapa detik kemudian matahari mulai tertutup oleh ratusan anak panah dan beberapa kesunyian di pagi itu pecah atas letusan dari senapan-senapan yang mulai ditembakkan. Terlihat perasaan gelisah dari gestur langkahnya yang mulai melambat.

     Dengan jentikan jari pun aku berteleport menuju sampingnya

"Vortex" kata ku dan medan energi mulai melindungi kami berdua

"Hai, pagi yang indah bukan?" tanya ku dengan santai dan melempar beberapa botol cairan campuran dari uap air sungai Styx ditambah bisa dari manticore

"Lux" dan cahaya pun meledakan ramuan tersebut tepat di antara para gerombolan pengejar

*buuuuuum*

"Uhm, mungkin kamu tidak ingin melihat bagian ini" kata ku sambil melihat ke arahnya yang melihat ku dengan rasa takjub seakan tak percaya

"Oh, mungkin kamu sudah melupakan ku tapi izinkan aku mengenalkan diri ku lagi padamu, nama ku adalah Leon wahai Nona Veranda" ujarku seraya menurunkan topi dan membungkuk

"Tiiiiiidak mungkin itu kamu" katanya seperti melihat hantu dari masa lalunya

190 FX

     Veranda merupakan teman kecil ku, dulu kami sering berlatih panah bersama atau sekedar menakut-nakuti hewan ternak dengan lemparan batu dari ketapel kami. Ia merupakan pemanah terbaik dari desa kami sedangkan aku yang paling buruk. Dan semua berubah ketika para tetua memilih pelatihan yang cocok bagi kami, semua mendapat kelas pelatihan yang cocok dengan kemampuan mereka masing-masing kecuali satu orang yaitu aku. Ku pikir kedua orang tua ku akan sedih karena mereka adalah pasangan Alchemist dan Sage paling baik di komunitas itu. 
     
     Tapi malam sebelum pengumuman tersebut, kedua orang tua ku dipanggil untuk bertemu dengan tetua-tetua tersebut. Dengan sedikit akar winterwood, kulit scatterrat, dan bunga dari triggerpinch sebuah ramuan sederhana (bagi ku) dapat terselesaikan dengan cepat. Fungsi dari ramuan ini adalah untuk merubah wujud menjadi apa pun yang diinginkan oleh pembuat ramuan ini (karena kemampuan shape shifter yang tak pernah bisa terprediksi menjadi mahluk apa). Setelah mecoba berubah menjadi Puglyfly akhirnya aku terbang menuju rumah besar di mana para tetua sering mengadakan pertemuan.

“Kemampuan anak ini lebih dari apa yang bisa kami prediksikan” kata Urcos sang Oracle

“Kami tidak bisa membiarkan ia tetap hidup!” seru Xrimus sang Barbarian yang pernah membantai puluhan ribu monster dan mahluk abadi saat titanomakhia

“Atau kami bisa mengirimnya pada Hipostocis sang Pilgrim?” tawar Prus sang Sorcerer

     Seketika pandangan ku mengabur dan aku mendegar suara “Kembalilah pada ku, wahai anakku”

     Ketika aku terbangun semua tidak ada yang berubah, Alex adik kedua ku masih berlatih menggunakan kuda sedangkan Pritha adik ku yang terkecil sedang belajar alkimia tingkat dasar yaitu merubah batu menjadi emas. Ketika aku membuka pintu dan bersiap untuk menghadiri pengumuman itu, seekor naga razorback milik Michelle terparkir sembarangan di kebun mandrake yang dengan beruntungnya tidak tercabut olehnya.

“Pagi Leon” sapa Michelle dengan wajah yang berseri-seri

“Itu kenapa Lele kamu parkir sembarangan?” tanya ku sambil menunjuk naga nya

“Kan, kamu tahu aku belajar menaiki Lele baru beberapa hari ini” jawabnya tanpa ada rasa bersalah

“Ah, mungkin aku bisa memberi sedikit pelajaran padanya” pikirku dan melempar satu buah Dice of Random yang bisa menyimpan apa saja dan waktu penyimpanannya bisa diatur sesuka pemakainnya

“Bye Michelle, mungkin kamu harus jalan kaki kali ini hihihihihi” kata ku sambil meninggalkannya

“Ihhhhh, Leon jahat deh!” katanya sambil mencoba mengeluarkan Lele dari mainan mekanis itu

     Semua orang yang hadir pada pengumuman terebut telah mendapatkan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan tiba-tiba saja aku dihadang oleh dua ninja anggota klan Kurohitsugi yang biasa melakukan eksekusi bagi para musuh dari desa.

“Saudara Leon ikut kami” perintah mereka dan langsung melayangkan tinju ke arah ulu hati ku

     Panggung eksekusi tersebut tidaklah terlalu besar, kira-kira 2 kali 3 meter luasnya. Dan setelah para tetua selesai mengumumkan kesalahan-kesalahan yang tidak aku lakukan seketika langit menjadi gelap. Biasanya kejadian ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang antara lain: Persembahan bakaran yang kurang pada Apollo, Thor sedang melawan Loki, suasana hati dewa Indra yang kurang baik, atau yang paling buruk dari semua itu adalah dunia akan kiamat. Opsi terakhir adalah opsi yang paling ingin aku hindari, selain hujan susu sapi basi. Oke kejadian hujan susu sapi basi pernah terjadi dan keluarga kami kehabisan stok graypearl sebagai anti racun. Kecuali Pritha yang dengan santainya berlari ke sana ke mari untuk menyesap air hujan beracun tersebut.

     Naga Demonscream dengan ukuran 20 meter terlihat dari kejauhan dengan sayap yang terbuat dari api hitam sehitam daratan di sekitar sungai styx di dunia bawah. Ketika naga itu mulai menjerit segala pengekang yang di pasang di tubuhku mulai mengendur. Beberapa pemberani seperti Dragon Slayer yang dipimpin oleh Xrimus mulai membentuk posisi menyerang.

“Berhenti!” kata ku dan mereka mulai membentuk barisan di belakangku di antara kerumunan yang mulai tercerai-berai

     Michelle menaiki naga yang ia beri nama si Lele dan mulai menyerang tapi malah terjatuh dengan posisi kepala di bawah untung momentum kejatuhannya bisa dihambat oleh beberapa Wizard senior sehingga ia tidak terjerembap ke dalam lumpur.

“Omni Crix Devon Poxidus Crius Dei Tax Oi Partha!” serangkaian kumpulan mantra yang langsung melesat dari mulutku

     Tubuhku mulai terasa panas dan hal yang paling mengejutkan ku adalah aku bisa terbang dan wujudku berubah menjadi naga, dan naga merupakan salah satu bentuk shape shifter yang paling jarang di gunakkan oleh para shaper karena mantra ini telah lama hilang.

“Whoooarrgggghhh!!!” aku menantang naga tersebut

“Whiiiiiiiii!!!” sambut tantangan ku melalui suara yang keluar dari mulutnya yang dipenuhi oleh taring-taring yang terbuat dari Amethyst

     Naga itu mencoba mengigit ku dan taringnya berhasil menembus kulit yang berlapis racun yang belum pernah ku lihat. Seketika juga taring dari naga tersebut meleleh dan aku langsung mengeluarkan gelombang suara yang lebih mengerikan dari auman Garm. Dan seketika itu juga naga tersebut menghilang entah ke dimensi mana.

*pssssyuuu*

     Sebuah panah melesat mengenai diri ku yang masih berwujud naga, panah Srikandi milik Andela.

“Cepat panah naga itu! Jangan biarkan ia lolos!” Seru Andela pemimpin grup pemanah


     Dengan sekuat tenaga aku mencoba mengepakkan sayap itu dan melesat pergi meninggalkan desa kecil itu.

Sunday, August 10, 2014

Mengarungi Samudra Menemani Malam Minggumu


      

      Oke, pada tulisan kali ini, saya akan membahas dan mengulas tentang konser JKT48 di Solo tepatnya di Stadiun Sritex. Konser yang berjudul mengarungi samudra mengetuk pintu hatimu ini berdurasi sekitar 2 jam ini berhasil mengobati kerinduan fans-fans JKT48 yang berdomisili di daerah Solo dan sekitarnya.

      Member yang hadir pada konser kali ini adalah : Melody, Nabilah, Veranda, Jeje, Vanka, Beby, Sonia, Naomi, Nadila, Della, Acha, Via, Hanna, Ikha, dan Sinka. Walau pada konser kali ini ada member yang diharapkan untuk tampil yaitu Andela mengingat daerah asal Andela adalah kota Solo, namun Andela tidak diikutkan pada konser kali ini. "Semoga kalau ada konser lg di solo aku bisa ikut yaaaaa >< Uwaaa ;)" ujarnya dari akun twitter miliknya.

      Penempatan jadwal yang lumayan padat pada awal bulan Agustus mungkin menjadi salah satu faktor yang ikut mempengaruhi antusias penonton pada konser kali ini. Satu hari sebelum konser ini diadakan, ada konser lain yang melibatkan beberapa member JKT48 dan adanya theater Pajama Drive di hari yang bersamaan dengan diadakanya konser mengarungi samudra mengetuk pintu hatimu.

      Mungkin jumlah penonton konser yang agak menurun kemarin selain diakibatkan oleh member yang datang (beberapa orang mungkin bosan karena membernya itu-itu saja yang selalu tampil pada saat konser dan mereka membutuhkan suatu solusi yang dapat meningkatkan antusias penonton seperti diikutkannya member gen 3). Harga tiket juga menjadi salah satu hal yang lumayan memberatkan karena jika dibandingkan dengan beberapa konser-konser sebelumnya, akhir-akhir ini harga tiket konser JKT48 lumayan tinggi. Para penonton konser yang rata-rata memiliki status sebagai pelajar juga lumayan diberatkan dengan hal ini.

      Walaupun dari jumlah penonton yang lumayan sedikit, ini fotonya: 

Bisa dibandingkan berapa banyak penonton dan berapa banyak perbedaan harganya. Mari kita lanjut membahas tentang isi konsernya.

      Yang membuat saya agak tertarik dari awal konser adalah kejutan yang menjadi kageana adalah oshi saya, Naomi. Ada beberapa lagu yang lumayan asyik seperti Kondo koso Ecstasy yang koreografinya dibuat mirip Utsukushii Inazumi (membernya sampai hampir ngesot-ngesot dan ini keren). Lagu Junjou Shugi yang dibawakan oleh Naomi, Beby, dan Acha yang sangat apik dan juga games antara Team Junjou Shugi dan Kuroi Tenshi yang mencoba modeling menjadi putri Solo.

      Kesimpulan yang dapat saya tarik pada konser kali ini adalah antusias penonton yang mulai mengendur karena beberapa faktor yang telah saya sebutkan di atas tapi secara kualitas lighting dan sound juga pemilihan unit lagu (dibandingkan dengan konser JEC) dikemas secara lebih bagus.

Thursday, August 7, 2014

Boku no Sakura (Daily Life School and JKT48 Part 23)


         Sebuah senyuman di awal pagi itu, senyuman yang hanya bisa ku lihat secara sekilas dari mobil yang hendak pergi, entah pergi menuju ke suatu tempat yang teramat asing bagi ku.

          Liburan itu telah lama berlalu, segala kenangan pahit dan air mata telah berubah. Tak ada penyesalan yang ku rasakan, hanya rasa penasaran yang amat dalam.

     Ku pikir hubunganku dan Elisa sudah beranjak menuju hubungan yang "agak" serius. Tapi, siapa kah yang bisa menilai keseriusan itu? Mungkinkah diriku? Atau dirinya? Atau bahkan Tuhan sendiri? Tanpa sebuah alasan yang pasti Elisa menghilang begitu saja.

"Noel, aku ingin membicarakan sebuah hal yang serius bersama dirimu" terdengar sebuah suara di ujung sana

     Hal ini tidak aku gubris dan aku langsung melaju menuju Solaria di Fx Sudirman karena telah berjanji kepada seseorang. Seorang gadis remaja yang umurnya tidak jauh berada di bawah ku.

     Sesampainya di depan gedung tersebut, ada sebuah sensasi aneh yang menyerupai firasat buruk bagi ku. Dan benar hal ini terbukti ketika ku dapati diri ku berada di antara Michelle dan Andela.

"Lho, kok ada Andela juga chel?" tanya ku

"Ehmmm, ya gimana ya? Soalnya Andela maksa ikut katanya ada yang mau di sampek in ke kakak" kata nya

     Belum sempat Andela mengucapkan sepatah kata pun, aku mulai bertanya padanya

"Andela, itu kakak mu kenapa? Kok akhir-akhir ini tidak seperti biasanya?" dengan nada penasaran bercampur dengan sedikit kegetiran

"Kak, sebenernya kak Elisa mau pindah ke luar negeri sehabis menyelesaikan pendidikan di SMA" katanya

"Oh, jadi mungkin inilah alasan mengapa air membasahi pipinya pada malam itu" pikirku mulai mencari kunci dari apa yang sedang terjadi

"Kak Noel bener-bener sayang sama kakak Elisa kan?" tanya Andela secara tiba-tiba

     Menurut ku inilah pertanyaan yang sampai saat ini paling sulit aku jawab karena aku menyukai Elisa tanpa sebuah alasan yang pasti. Mungkin bagi sebagian orang, cinta tanpa alasan yang mendasar adalah cinta yang paling rendah atau sering mereka sebut cinta monyet. Beribu alasan bisa ku berikan tapi, rasa yang ku miliki untuk Elisa adalah sebuah rasa yang tulus, walaupun dia tak pernah merasakan apa yang ku rasakan namun aku tetap menyukai dirinya.

"Kak...." sebuah ucapan singkat keluar dari bibir Andela

"Eh, ya ya ya" tanpa ku sadari aku hanya bisa mengucapkan kata itu

     Siang itu keadaan berjalan seperti biasa, lalu lalang para pengguna kendaraan yang dengan ramainya melintasi jalan Sudirman dan tak terasa waktu dengan begitu cepatnya berlalu. Rasanya asyik sekali menemani dua orang ini untuk sekedar menghabiskan waktu, namun pikiran ku jauh menerawang memikirkan apa yang sedang Elisa pikirkan saat ini.

-- 4 bulan berlalu --

     Saat yang ku takutkan pun telah tiba, ku putuskan untuk mengakhiri kisah ini, tak tahu akan berakhir seperti apa. Selama sisa waktu yang aku miliki ku habiskan bersama Elisa, tak terhitung telah berapa kali kami mengunjungi theater JKT48 dan aku kembali masuk ke dalam lamunanku dan berharap waktu dapat berputar kembali.

"Kepada siswa dan siswi kelas 12 diharapkan untuk berkumpul di aula untuk menghadiri acara perpisahan" suara itu terdengar dari speaker yang ada di tiap ruang kelas

     Aku dan Elisa hanya saling memandang dan mengangguk, ku lihat ada sebuah pancaran rasa gelisah dari matanya dan hal inilah yang aku rasakan di saat yang bersamaan. Mungkinkah aku masih bisa bersamanya di suatu saat nanti?


     Memperbaiki garis putih di lapangan sekolah, di bawah matahari aku berlari, hari-hari masa muda. Jalan milik kamu terbentang lurus dan terus memanjang. Angin yang sesaat bersama dengan debu, memori jauh di sana.


     Tidak ingin kalah dari siapapun, dengan siapakah diriku telah saling bersaing. Sampai tujuan yang aku ingin, terus jalan walau tak akan sampai. Di tengah mimpi air mata mengalir, ku hapus dengan tangan ini.

     Rencana penyabotasean berhasil terlaksana, dibantu oleh beberapa wota yang juga teman sekelas ku yang berhasil menduduki ruang siaran. Tidak ada seorang pun yang beranjak meninggalkan aula untuk membereskan keanehan ini dan guru-guru pun masih saling mengobrol dengan asyiknya.
     
     Elisa kembali menarikku dan kami berdua meninggalkan aula dan menuju ke arah kantin. Sesampainya di kantin yang saat itu lengang karena tidak adanya penjual Elisa melihat ke arah mata ku dengan mata yang memancarkan sebuah perasaan pilu.

"Noel, kamu masih ingat nggak waktu pertama kali aku mengajakmu ke sini?" tanyanya

"Iya" jawabku

"Kamu masih ingat nggak dulu kita mendengarkan Tenshi no Shippo berduaan?" tanyanya lagi

"Iya" kata ku

"Aku takut kehilangan diri mu" katanya sambil memeluk diriku dengan erat seakan-akan ia takkan bertemu lagi dengan ku untuk selamanya

     Aku tak dapat menjanjikan apa-apa padanya kala itu dan hanya memeluknya dan berbisik kepadanya "I love you"


------------------------------------The End-----------------------------------

Tuesday, August 5, 2014

Temodemo no Namida


"Kak bisa ke Solaria abis Pajama Drive hari ini ga?" sebuah teks singkat Blackberry Messenger ku dapat di pagi itu

"Eh" hanya itu reaksi yang bisa ku keluarkan di pagi itu

      Sepertinya sih tidak ada yang aneh apalagi setelah peristiwa tadi malam, hampir tidak ada yang aneh sampai aku menyadari kejadian di toko buku. Ku pikir awalnya perempuan yang aku asumsikan sebagai Michelle member JKT gen 3 bukanlah perempuan yang aku temui di toko buku tersebut.

      Mungkin kita bisa mundur untuk beberapa waktu terlebih dahulu. Malam itu, masih ku ingat manisnya kecupan bibir dari Elisa dan ia pun mulai menitikan air mata.

"Noel, sebenarnya ada satu hal yang sangat aku takutkan jika hubungan ini berlanjut seperti ini" katanya dengan sedikit mendorong tubuhku

"Lho Elisa, apa yang kamu takutkan? Aku yakin jika kita bersama segalanya dapat kita lalui" ujarku mencoba meyakinkan dirinya

"Tapi Noel...... tapi" bibirnya pun mulai bergetar mencoba mengurai kata yang tak pernah keluar dari dirinya

"Ah, apakah ada suatu kesalahan yang ku perbuat padanya?" pikirku


      Dan halte terakhir di mana kami biasa turun ternyata ada seseorang yang telah menunggu Elisa dan tanpa sepatah kata pun kami berpisah menuju jalan pulang. Perasaan bergejolak dan penuh hasrat untuk keingin tahuan memenuhi diri ku saat di jalan pulang. Perlahan huja mulai turun. Aku tak mempedulikan hal tersebut dan melanjutkan perjalanan ini. Tanpa ku sadari, terputar sebuah lagu dari earphone yang sedari tadi ku kenakan. Hujan rintik-rintik yang mulai turun, aku pun menutup layar kisah ini, bagai menurunkan layar warna perak, itulah cinta pertama diri ku. Temodemo no Namida.

     Hari-hari yang dulu ku lalui sebelum adanya Elisa terasa hambar. Apatis, ya begitulah mereka menamakannya dan aku sama sekali tak mempedulikan hal tersebut toh mereka juga memiliki hobi yang sama seperti ku tapi tak pernah berinteraksi denganku.

      Biasanya pada waktu yang selarut ini, rumah sudah digembok dan lampu-lampu sudah pada namun ternyata lampu-lampu masih menyala dan saat aku hendak membuka pintu terdengar percakapan akrab dari beberapa orang.

      Ketika aku membuka pintu, ku lihat bahwa kedua orang tua ku dan kakakku sedang berbincang-bincang dengan 3 orang yang bagi mereka tidak asing.

"Ah, akhirnya kamu datang juga Noel" kata ayahku sambil merangkul dan memperkenalkan ku kepada 3 orang tersebut

"Ini, om Reynald dan ini tante Stelly" kata ayahku mulai memperkenalkan mereka berdua

"Oh, nama saya Noel om, tante" kata ku berusaha untuk ramah walaupun dalam perasaan yang gundah gulana

      Seperti yang bisa ku duga, orang ketiga yang menjadi tamu di kala itu adalah gadis yang aku temui di gramedia tadi siang. Terpancar bias antusias dari matanya saat bertatapan denganku seakan-akan sedang menatap suatu objek yang asing namun akrab. Sebelum aku sempat menjabat tangannya untuk berkenalan, ia menyodorkan benda "itu" pada ku. Ya, benda yang tadi siang aku berikan kepada nya.

"Kak, ini bukunya" ujarnya

"Bukannya tadi buku ini punya mu?" kata ku masih tidak mengerti dengan situasi ini

"Tapi kan kakak yang pertama kali menemukannya" sambungnya

      Terjebak di tengah-tengah ruang dilematis yang bernama kebingungan, akhirnya dengan agak terpaksa aku menerimanya.

"Jangan lupa, uang ku dikembalikan ya kak?" katanya sambil berdiri dan mereka beranjak pergi dari rumah kami

      Sebelum ia meninggalkan ku ada sebuah firasat yang ku rasa tidak mengenakkan yang diakibatkan oleh senyuman kecilnya. Sebuah Line singkat dari Elisa membuat handphone ku dan aku merasa malas untuk membukanya. Ayah dan mama kembali melanjutkan aktifitasnya (dibaca: tidur) dan kakak nonton dorama. Eh dorama? Tumben dia nggak nonton pilem korea.

"Kak, kagak nonton pilem korea lu?" tanya ku

"Males dek, masa hidup harus selalu berkutat pada film korea yang selalu galau?" jawabnya dengan sok bijak

      Akhirnya aku menaiki tangga dan menuju ke kamarku. Apakah hidup ku selama ini selalu mirip dengan film korea yang sendu mendayu-dayu? Ah, pikiran macam ini yang menemaniku hingga aku menutup mata dan air mata mulai turun bersamaan dengan hujan di malam itu.

Pagi itu aku hendak membuka Line dari Elisa dan ternyata ada sebuah BBM dari perempuan itu.