“Kkkamu suka aku ya?” tanya ku agak gugup pada Elisa
“Ha’a apa sih gr kamu el” jawabnya
Lagu
Tenshi no Shippo pun berganti namun….
“Walaupun diri ini menyukaimu kamu seperti tak
tertarik kepadaku” sepenggal lirik sempat terputar dari lagu Fortune Cookie
namun tiba-tiba Elisa menggantinya
“Eh, kenapa diganti kan lagunya bagus” kataku agak
kecewa
“Nggak papa kok, cuma lagi nggak mau ndengerin
Fortune Cookie” katanya
Aneh, aneh, aneh hanya kata itu yang terpikir di dalam kepalaku. Kenapa
ada warna merah merona di pipi Elisa ketika mengatakan hal itu? Ah, semua ini
terasa janggal apalagi aku dan Elisa baru berkenalan selama satu hari saja.
Mana mungkin bisa cinta datang secepat ini?
Dan
bel berbunyi lagi yang menandakan bahwa istirahat telah usai. Aku dan Elisa
segera meninggalkan kantin, kami berlari sekencang mungkin karena jarak kelas
yang memang agak jauh dari kantin. Hampir saja aku menabrak pintu dari sebuah
kelas yang tiba-tiba terbuka namun refleks yang lumayan bagus dapat
menghindarkan ku dari tabrakan itu. Belum sempat aku menoleh ke belakang aku
baru menyadari sebuah hal, sebuah kesalahan fatal telah ku buat tanpa ku
sadari.
Seperti
yang telah ku duga bahwa pelajaran setelah istirahat adalah pelajaran bahasa
Indonesia yang diajarkan oleh Bu Surti, guru sekaligus jagal maut bagiku. Aku
dan Elisa sudah menjejakkan kaki di ambang pintu kelas ketika ku sadari bahwa
Bu Surti telah menunggu kehadiranku dengan senyumnya yang mirip dengan seorang
tokoh antagonis dalam sebuah roman cerita.
“Permisi bu” kataku sebelum memasuki kelas
“Noel, sudah berapa kali kamu terlambat mengikuti
pelajaran saya?” tanyanya dengan nada yang datar namun setajam pisau
“Bbaru satu kali bu” jawabku sembari merinding
seakan-akan suhu di ruangan itu mendadak turun drastis
“Elisa kamu boleh masuk sedangkan kamu Noel berdiri
di luar kelas hingga akhir pelajaran” kata Bu Surti yang langsung memalingkan
muka pada murid yang lain dan memasang wajah yang gembira seakan-akan tidak
terjadi apa-apa
“El, kamu nggak papa kan aku tinggal sendirian?” tanya
Elisa dengan nada yang terdengar iba padaku
“Udah, nggak papa kamu masuk aja daripada kita
berdua kena hukuman” kataku sembari tersenyum pada Elisa
Lalu
Elisa pun memasuki kelas dengan tidak rela, tapi mengapa ia sangat baik padaku
hingga selalu perhatian kepada tiap perilaku yang aku buat. Oke, pertama-tama
ini hari yang baru di jenjang pendidikan yang baru dan seharusnya hari ini
adalah salah satu hari yang menggembirakan bagiku tapi kenapa aku harus sial
seperti ini. Selain karena seragam yang aku kenakan berbeda, hal yang lebih
membuatku tidak merasa nyaman adalah karena aku harus kena hukuman dari guru
yang sejak pertama aku menempuh pendidikan di instansi ini telah memberikan
banyak kesengsaraan pada diriku.
Tak
selang beberapa lama lewatlah seorang guru yang dulu pernah mengajariku Pak
Tono namanya.
“Lho el, ngapain kamu di luar kelas?” tanyanya
dengan gaya akrabnya yang khas
“Di hukum pak” jawabku
“Pasti pelajarannya Bu Surti ya?” tanyanya lagi
“Iya” kataku
“Terus kenapa seragam kau berbeda?” lanjutnya
“Saya tadi berangkatnya terburu-buru pak” kataku
dengan jujur
“Wah, kalau saya jadi kamu saya sudah lari ke kantin”
kata Pak Tono sambil berlalu
“Iya, juga ya kenapa aku nggak ke kantin aja?”
pikirku
Baru
saja hendak melaksanakan niatanku itu, ternyata semua uang saku ku ada di dalam
laci meja yang ada di kelas dan hasilnya aku urungkan saja ide ku itu. Rasanya
seperti orang autis saja aku ini berdiam diri di luar kelas sambil sesekali
mengengok ke dalam.
Akhirnya pelajaran itu pun selesai
tapi saat aku hendak masuk ke kelas Bu Surti memintaku untuk menemuinya
sepulang sekolah dan aku hanya menyanggupi hal itu tanpa sanggup menolaknya.
Jam pelajaran berganti, seharusnya ini pelajaran geografi tapi ternyata Bu
Jenny sedang sakit dan guru piket juga tidak datang-datang. Yeah it feels likes
in paradise dude