Mengapa, kata itulah yang pertama
kali terbersit di benakku. Semua tak seindah katamu dunia yang dulu ku kenal
berbeda dengan yang sekarang, dunia kini serasa mengharu biru bagiku. Inginku
berkehendak lain namun takdir mengatakan yang sebaliknya hingga perpisahan pun
yang menjadi solusinya. Solusi terbodoh yang pernah aku temui. Rintik hujan
yang berjatuhan menemani bau tanah yang basah dan temani kita di bandara itu.
“Kamu
harus mencoba berpaling dan melupakanku” katamu
“Tapi,
seharusnya bukan ini yang terjadi. Orang tuamu ingin aku menjadi seperti ini
kan?” hanya itu yang bisa aku keluarkan dari mulutku yang hina.
“Ya,
semua ini keinginan orang tuamu kan? Memiliki seorang laki-laki mapan untuk
mendampingimu dan bukannya seorang pelajar?” Suara hatiku berteriak, berteriak
dalam benakku.
“Tapi,
aku suka dirimu yang dahulu! ” Balasmu bersamaan dengan datangnya hujan dari
air matamu yang tak pernah kubayangkan untuk menjadi kenyataan.
“Apa
yang berubah dariku? Apa !” Kataku mulai meracau.
“Semua
ini supaya orang tuamu dapat menerimaku semua ini demi kita !” Sambungku.
“Kita
! apanya yang kita yang kau pikirkan hanya tentang dirimu! Tak pernah ada kata
kita dalam cerita ini !” Balasmu yang membuat jantungku serasa berhenti
berdetak
“Aku?”
Hanya kata itu yang dapat keluar dari mulutku
“Ya
ini semua salah mu ini semua karena mu! Yang kau pikirkan hanyalah cara untuk
merubah pandangan orang tuaku padamu sadarkah ada yang berubah dari sifatmu?”
Katamu bersamaan dengan keluarnya air mata yang semakin deras.
“Aku
rindu dirimu yang dulu, yang penuh kasih sayang padaku, yang selalu memiliki
waktu untukku tapi kini semua telah berubah ! pernahkah kamu memikirkan diriku
selama ini?” Sambungmu
“Maukah
kamu memberiku kesempatan satu kali lagi agar dapat menunjukkan bahwa aku dapat
menebus semua kesalahanku padamu?” Pintaku dari hati yang terdalam
“Tidak
kurasa inilah akhir dari cerita kita” Tolakmu seraya berlari, ya berlari hingga
batas cakrawala, berlari hingga tak dapat ku jangkau lagi.
Apa kesalahanku? Hanya itu yang selalu
terngiang dalam batinku, mungkin inilah perasaan yang dirasakan oleh penulis
lagu Leaving On The Jetplane. Semua
hasil kerja kerasku terasa sia-sia belaka musnah sirna sudah apa yang menjadi
keinginan dan impianku selama ini. Dengan langkah gontai ku masuki bilik
pesawat sesuai yang tertera dalam tiketku. Telah ku coba berbagai cara untuk
melupakanmu namun hasilnya selalu nihil, Nol besar ! Ya, itulah diriku kini
seorang pria yang memiliki segalanya tapi tidak dengan cinta. Cinta? Apa itu
cinta, apakah cinta adalah perasaan yang didapatkan setelah aku memiliki uang?
Aku tak tahu kemana harus berjalan. Tak terasa aku menangis dalam tidurku dan
tiba-tiba terdengar suara peringatan dari pengeras suara di dalam pesawat.
“Sudah
jangan berisik ! Biarkan aku sendiri bila pesawat ini memang di takdirkan untuk
jatuh biarkan saja aku sudah tak peduli pada semuanya !” Pikirku dalam
kekalutan hatiku.
Pesawat
jatuh ya jatuh menuju dalamnya air yang dingin sedingin hatiku kini.
Tiba-tiba jam wekerku berbunyi,
“Sialan mimpi apa aku tadi?” gumamku dalam keadaan yang setengah terjaga. Aku
hanya berharap hari ini berjalan seperti biasa tidak ada suatu kejutan. Dari
pagi hingga siang semuanya biasa saja aku masih berharap semoga sore sewaktu
ekstrakurikuler tidak ada yang berbeda. Namun, semua yang kupikirkan di pagi
hari berubah ketika ku lihat dirimu tersenyum padaku disaat senja datang.
“Kenapa’e
kok senyum-senyum, ada yang aneh ya?” Kataku
“Ah,
enggak cuma aku suka sama kamu saat kamu berlatih sungguh-sungguh” Balasmu dengan
senyummu yang seindah mentari yang mencoba menghalau gelap disaat fajar.
“Bener
nih nggak ada yang aneh?” Tanyaku lagi
“Iya”
Katamu
“Aku
juga suka” Kataku memancing tanggapan darimu
“Pasti
suka senyumku ya? Udah basi tahu” Katamu sambil tersenyum kecil
“Nggak
aku suka saat dirimu saat manyun hehehehehe” Candaku
“Ih
kok gitu sih” Balasmu sambil menampilkan ekspresi manyunmu yang membuatku
terpesona
“Tuh
kan kalo manyun lebih lucu” Tambahku
“Kamu
tu bisa aja” Katamu.
“Mau
bareng nggak pulangnya udah malem loh ntar di cariin susternya?” Godaku
“Eh,
kayaknya nggak usah deh kan aku barengan sama temanku tadi ke sininya” Balasmu
yang membuatku merasa seperti orang bodoh karena di mabuk cinta.
“Ya
udah besok berangkat latihan lagi ya?” Tanyaku
“Iya”
Jawabmu dan mengakhiri pembicaraan kita
Ah,
aku ingin hari-hari yang indah seperti ini selalu terjadi dan tak pernah
berhenti sambari memanaskan mesin motorku dan bersiap meninggalkan sekolah
untuk menuju rumahku.