Friday, March 14, 2014

Entah

      
         Jendela itu masih terbuka, entah sampai kapan ia akan terduduk diam menanti seseorang yang mungkin saja tidak akan kembali untuk menemuinya lagi. Lagi ya! Lagi dan lagi selalu terulang kembali membentuk sebuah rantai pola yang tidak akan terputus bahkan oleh uraian air mata dan luka yang selalu terasa di dalam jiwanya. Jiwa yang rapuh, rapuh seakan-akan bisa hancur kapan pun ia mulai menggerakan jemarinya untuk mengusap bulir-bulir air mata yang tercipta disana.
       
         Di kala senja kembali turun, dari dalam ruangan itu hanya terdengar suara tangisan bersamaan dengan suara lirih. “Mengapa?” itulah suara yang terdengar dari ruangan itu sebuah pertanyaan yang bahkan bagi sebagian dari diriku sendiri bisa ku jawab dengan mudahnya namun sebenarnya memiliki makna mendalam dalam tiap tutur katanya.

         Dulu ia tidak seperti itu, masih tergiang di benakku masa-masa ketika ia masih sering berjalan dengan anggunnya menyusuri jalan-jalan sembari menyapa orang-orang di sekitarnya. Semua orang menyukai sifat-sifat yang ia miliki termasuk diriku, namun aku tak pernah berani untuk mengungkapkan sebuah perasaan yang mulai tercipta dalam diriku karena dirinya. Rangkaian bunga mawar sering ku tinggalkan di depan rumahnya setelah mengetuk pintu secara perlahan dan ku lihat ia mencium bunga itu dan tersenyum suatu hal yang membuat hari ku semakin berarti.

         Semua hanya ku pendam sendiri hingga kini penyesalan yang menemaniku karena kebodohan yang akhirnya membunuhku, ia sudah memiliki seseorang yang menemani hari-harinya. Apakah harus ku relakan semua ini atau ku lanjutkan saja sisa-sisa perasaan yang masih terpendam?


         Tak ada yang berubah dari sikapnya tapi semua terasa tak sama ketika satu-satunya teman yang ia miliki itu menghilang entah kemana bak ditelan oleh bumi. Bayang-bayang dari masa lalu selalu menghantui dalam mimpinya membuatnya terjaga di tengah malam tak pernah bisa menikmati mimpi yang indah sama seperti diriku kini. Segala penderitaan yang ia rasakan ku rasakan juga namun ku coba mencari pelarian dan sejenak berpaling darinya, yang pernah mengisi lembaran hidupku.