Thursday, September 4, 2014

Bekal Istimewa

    Pagi ini aku bangun setelah beristirahat dari rutinitas yang lumayan menguras energi. Sedari tadi malam, aku masih bergumul dengan sebuah cerita yang entah akan aku selesaikan sampai di mana. Tak selang berapa lama, terdengar suara ketukan dari arah pintu depan.

"Siapa sih yang pagi-pagi begini iseng?" pikirku sambil menggaruk-garuk kepala

    Dan ketika pintu ku buka, tanpa ku sadari seakan-akan mata ini enggan bergerak dan tak terasa mulutku agak menganga.

"Kamu siapa?" entah kenapa kata ini langsung saja meluncur

"Eh, apaan sih? Ayo cepetan ntar terlambat lho!" katanya agak risih

"Aku siapa?" balasku mulai melantur

"Tuh kan, efek jomblo permanen" ujarnya sembari menjulurkan lidah

"Ya udah, kalau mau nungguin, di ruang tamu aja" tawarku sambil menuntunnya memasuki ruang tamu ku

    Selang sekitar 30 menit aku telah siap dan membawa sepiring roti dengan selai a la kadarnya dan ku suguhkan kepada dirinya.

"On, menurutku ceritanya dibeginikan saja" tiba-tiba ia mengatakan hal itu dan menyodorkan laptop yang dari tadi ada di ruang tamu dan hendak ku bawa ke sekolah

"Eh, eh, lho... kok kamu beginikan ceritanya? Ini kan cerita buatan ku" kata ku sambil mencermati alur yang sengaja Melody rubah

    Menurut pendapat pribadi ku, beberapa perubahan yang Melody berikan pada cerita ku memberi sebuah inspirasi baru lagi. Sebenarnya aku sudah tidak mampu untuk melanjutkan cerita itu, tapi entah kenapa karena kejadian insidental ini, semua berubah.

"Ceritanya ngga jelek-jelek amat kok, huft" dan ia langsung menggembungkan pipinya (kayak ikan buntal sih, aslinya)

"Iye, iye bawel" ujarku sambil mencubit pipinya

"Ihhh, Leon jahat deh!" teriaknya dan langsung melemparkan bantal pada ku

    Ku pikir sedikit kehebohan cukuplah untuk menyemarakan hari ini, dan sambil memakan roti yang kami bagi berdua, kami berangkat ke sekolah.

    Sebenarnya aku selalu memikirkan tentang dirinya, tapi apakah ia juga memikirkan diriku? Tapi walaupun aku memiliki rasa pada dirinya, namun ku pikir belum ada momen yang tepat untuk menyatakannya. Dan pelajaran pertama pun di mulai.

"Yak anak-anak hari ini kita akan mengadakan ulangan" kata Pak Steven, guru matematika

"Hmmmmm, mampus nih" pikirku karena posisi duduk yang kurang strategis

    Ketika aku menoleh ke belakang, Melody lagi-lagi mengejekku karena di sebelah tempat duduknya ada si Shania, si master matematika. Di tengah ke gundahan otak yang terpaksa memikir lebih keras dari biasanya, tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dari belakang

"Nih, dari Melody" kata teman di belakangku

    Kertas itu tidak langsung ku buka tapi ku lempar serampangan ke atas dan menyambar kipas angin (yang untungnya kipas angin tersebut tidak terlalu ringkih) dan hasilnya......

"Siapa yang bermain-main dengan kertas ini!" bentak Pak Steven yang terganggu karena kertas tersebut mengganggunya dalam mengoreksi hasil ujian dari kelas sebelah (padahal aslinya, ia mungkin mencari cara untuk menggombalik Bu Rani)

"Saya pak" jawabku santai, entah karena otak ini sudah mentok atau aku tak bisa mencari alasan untuk bersembunyi

"Kemarikan jawabanmu Leon!" perintahnya

*Hening*

    Keheningan ini membuatku risih, karena hanya ada dua kemungkinan yaitu: Jawabanku salah semua atau suatu hal yang lebih buruk dari itu dan tak bisa ku bayangkan. Setelah mencermati setiap goresan pena yang ada di lembar jawaban Pak Steven langsung menyerahkan kembali kertas jawabanku.

"Kamu boleh meninggalkan ruangan kelas ini, Leon" katanya mulai kalem

"Eh, serius pak?" tanyaku seperti orang tolol

"Iya lah, masak dua rius?" mungkin ia akan mengatakan hal ini

    Tanpa basa-basi ia hanya menggerakkan tangannya seperti mengusirku. Dan ku beranikan diriku untuk melihat ke lembar jawabanku dan tak bisa berkata apa-apa *stutter*. Seperti layangan putus tubuhku ini langsung menuju ke bangku dan terduduk diam. Teman-teman di sekitar langsung mencuri pandang dan langsung terdiam bak habis melihat hantu saja. 100 dengan warna merah tertera dipojokkan lembar jawabku. Sehabis memasukkan kertas ulangan tersebut ke dalam tas, aku langsung menuju perpustakaan untuk menumpang merasakan dinginnya AC perpus yang lumayan adem.

    Saat aku membuka pintu perpus dan menyapa bapak penjaga perpustakaan, aku melihat gadis ini. Kalau tidak salah namanya Ve, ia merupakan orang yang lumayan pendiam namun dianggap jenius oleh teman-teman yang sekelas dengannya. Info ini ku dapatkan dari Shania selain master dalam bidang matematika, ia juga gudang dari karakter tiap orang di sekolah mulai dari kelas X hingga XII. Oh iya, aku lupa mengatakannya di awal bahwa saat ini aku berada di kelas XII.

"Ve" sapa ku sambil mendekat

Tak ada jawaban

"Oi" kata ku sambil duduk di sampingnya

Ia menjauh dengan gerakkan ulat bulu

"Kamu kenapah?" tanya ku dengan cara biasanya yang menjengkelkan bagi kebanyakan orang dan berpindah posisi untuk mendekatinya lagi

*blug* Ve pun terjatuh dan langsung berdiri

"Kamu jahat" katanya pelan sembari mengambil ancang-ancang untuk melemparkan buku yang ia baca pada ku

"Eeeh maaf, kan aku cuma mau nyapa kamu, kamu nya sih yang cuek" kataku tanpa bersalah

    Tak terasa jam pelajaran telah berakhir dan memasuki jam istirahat (sebetulnya sih aku dan Ve sudah dari tadi istirahat). Waktu ku tanya sih, katanya Ve tadi ia habis mengerjakan ulangan fisika dan langsung ke perpus (jenius mah bebas). Saat aku hendak menuju kantin, Melody menghadang laju ku.

"Hayooo, mau ke kantin ya?" katanya

"Ya iyalah, masak mau ke rumahmu?" pikirku

"Eh, emangnya kenapa mel?" tanya ku

"Nih, aku bawa bekal dobel" lanjutnya

"Wah lumayan nih, nge hemat uang jajan" ujarku dalam hati

"Sejak kapan kamu bisa masak?" kata ku mulai kepo sambil duduk di pinggir lapangan bola bersama Melody

"Dari kemarin sih" ujarnya

"Wah, pasti nggak enak nih" canda ku

"Coba dulu baru komentar atuh" katanya mulai mengeluarkan logat sunda nya

"Iye, iye" kata ku

"Aaaak" ujarnya sambil mengangakan mulut meminta agar disuapi

"Kayak anak kecil aja kamu mel" kata ku dan memberikan sesendok bekal yang ia berikan, ke dalam mulutnya

"Leon, tutup mata mu" ujarnya secara tiba-tiba

"Ntar kalo aku tutup mata bekalku, kamu habisin" kata ku sewot

"Udah deh, percaya sama aku" ujarnya mencoba meyakinkan ku

*Ringgg* dan bel sekolah pun berbunyi, tanda jam istirahat telah usai

    Bekal itu masih tersisa setengah, dan ku putuskan untuk ku makan dengan cepat dan berlari untuk menyusul Melody. Hmmm, ada sedikit rasa hambar tapi hal ini tidak aku hiraukan dan langsung beranjak dari bangku di pinggiran lapangan itu.

*Sepulang Sekolah*

    Seusai memasukkan semua buku dan alat tulis, tiba-tiba Ayana, teman dekat Melody menghampiri ku
"Jadi, gimana on?" katanya secara tiba-tiba

"Gimana apanya?" kata ku balik bertanya pada dirinya

"Lho, bukanya Melody udah ngungkapin..." belum sempat ia menyelesaikan perkataannya, perutku terasa mulas

"Eeeh, tunggu bentar" ujarku sambil berlari menuju kamar kecil

    Perasaan, aku nggak makan sesuatu yang aneh deh hari ini. Lalu aku mengingat-ingat lagi dan aku teringat bekal dari Melody.

*Tok*

"Leon, kamu kenapa?" ujar Melody dari luar kamar mandi

    Ada beberapa hal yang membuat diri ku bingung pada saat ini, yang pertama adalah apakah Melody memasukkan sesuatu yang aneh dalam bekal tadi? Dan yang kedua, bagaimana dia bisa masuk ke dalam kamar mandi cowok?

"Udah agak baikan kok!" teriakku dari dalam wc (walau perutku masih agak sakit sih)

"Kamu mau jawab sekarang apa kapan on?" tanyanya secara absurd

"Jawab apanya oi?" ujarku kebingungan

"Surat yang aku selipkan dalam kotak bekal, udah kamu baca?" tanyanya

     Jangan-jangan....... Aku makan surat yang dia beri? Wah, pantas saja aku merasa mulas.

"Eh, udah kok" ujarku

"Kamu bohong on" katanya lalu terdengar isak tangis dan ia meninggalkan tempat itu

    Aku pun berlari untuk mengejarnya walaupun rasa mulas masih sangat menyiksaku. Akhirnya aku berhasil mengejarnya sebelum ia sempat mencapai gerbang sekolah.

"Maaf mel, mungkin selama ini aku yang kurang peka" ujarku

"........." ia hanya terdiam saja

"Sebenarnya aku juga suka kamu tapi aku masih menunggu momen yang tepat" lanjutku

"......." ia masih terdiam

"Leon" katanya mulai berujar

"Ya? Jadi gimana? Kita jadian?" tanyaku agak over

"Ritsleting celana mu masih ke buka" katanya sambil tertawa lepas

"Kampret" kataku dengan singkat dan membetulkan ritsleting

    Tanpa lebih banyak kata, kami meninggalkan sekolah menggunakan sepeda dan ia membonceng di sisi belakang sepeda. Ia memelukku erat. Ku pikir sih dia sengaja, eh taunya malah tidur dan ngiler. Dobel kampret. Akhirnya aku sengaja bermanuver agar Melody bangun dan akhirnya ia terbangun.

"Eh Leon, kenapa sepedanya goyang-goyang?" katanya

    Aku hanya terdiam dan menoleh kepadanya. Kami berdua tersenyum, hingga sepeda kami terjerembab ke sawah, tripel kampret. Masih untung kami nggak luka tapi baju kami basah, sial.