Masih terkenang tempat dimana kita mengikat janji di tepian pantai
menanti mentari tenggelam sembari memandang ombak yang terus mencoba untuk
menginterupsi pembicaraan kita.
“Aku ingin mengatakan sesuatu padamu” kataku
mengawali perbincangan di awal senja itu
“Ngomong apa ya vin?” tanyamu sedikit kebingungan
“Ah, sebenarnya aku punya sesuatu yang ingin ku
berikan kepadamu” ingatku sembari memberikan setumpuk kertas yang sudah ku
persiapkan sebelumnya
“Apa ini?” tanyamu sembari mencoba mencermati kertas
yang sudah ku berikan padamu
“Menurutmu aku berbakat menjadi seorang penulis
cerpen tidak?” tanyaku sedikit bercanda sekaligus menjawab pertanyaanmu
“Eh, nggak hehehehehe” jawabmu dengan nada yang
riang seperti biasanya saat kita sering bercanda dan tertawa bersama
“Serius?” tanyaku lalu kamu langsung mencipratkan
air lalu yang agak dingin lalu berlari dan segera ku kejar.
Kita berlari hingga lelah dan pada akhirnya kita saling berpandangan dan
tanpa ku sangka kata-kata itu melesat begitu saja “Aku suka kamu”. “Aku juga
suka dirimu yang selalu ada untukku” katamu seraya memadang jutaan bintang yang
ada di angkasa. Bulan pun perlahan-lahan naik menggantikan sang surya yang
sudah tenggelam menambah indahnya malam itu.
Namun
masihkah teringat padamu peristiwa itu? Adakah terkenang dibenakmu kini? Karena
ku rasa semua berlalu begitu saja engkau menghilang bak ditelan bumi. Semua
perubahan itu mulai terasa ketika kita mulai menginjak bangku SMA, aku masih
berada di Jogjakarta sedangkan engkau berpindah karena ingin melanjutkan
pendidikan di sekolah yang menurutmu lebih baik.
“Mengapa, bukankah engkau telah berjanji untuk terus
bersamaku?” hanya kata itu yang dapat ku ucapkan padamu melalui teleponku
“Maaf” katamu seiring jatuhnya air mata
Bukan maksudku untuk melukai hatimu apalagi membuatmu menitikkan air
mata namun apakah kisah cinta yang berakhir bahagia hanya ada di film-film?
Mungkinkah kisah cinta yang bahagia akan terjadi bagiku? Lalu ku siapkan
seluruh tekadku, ku tutup telepon itu ku siapkan secarik kertas yang sudah lama
ingin ku berikan kepadamu ku nyalakan sepeda motor dan ku lihat jam dinding
yang menunjukkan masih ada dua jam sebelum keberangkatanmu.
Sesampainya
di bandara ku lihat dirimu dan semua anggota keluargamu yang telah bersiap lalu
ku berlari menghampirimu ku berikan kertas itu padamu tanpa peduli tentang apa
yang akan terjadi selanjutnya dan aku langsung berlari menjauh.
Tiga
bulan telah berlalu setelah kejadian itu lalu tak sengaja aku mendapatkan
sebuah pesan singkat darimu yang perlahan mulai ku lupakan walaupun tak pernah
hilang dari benakku. “Terima kasih atas semua yang udah kamu berikan untukku
dan sebenarnya apa yang kamu tuliskan di kertas itu juga sama seperti apa yang
kurasakan sesaat sebelum aku beranjak menjauh”. Ternyata apa yang ku rasakan
tak pernah ku tanggung sendiri, kesedihan ini perlahan mulai berlalu bersamaan
dengan berhembusnya angin baru dalam hidupku.