Tuesday, October 29, 2013

Janji di Kala Senja


          Masih terkenang tempat dimana kita mengikat janji di tepian pantai menanti mentari tenggelam sembari memandang ombak yang terus mencoba untuk menginterupsi pembicaraan kita.

“Aku ingin mengatakan sesuatu padamu” kataku mengawali perbincangan di awal senja itu

“Ngomong apa ya vin?” tanyamu sedikit kebingungan

“Ah, sebenarnya aku punya sesuatu yang ingin ku berikan kepadamu” ingatku sembari memberikan setumpuk kertas yang sudah ku persiapkan sebelumnya

“Apa ini?” tanyamu sembari mencoba mencermati kertas yang sudah ku berikan padamu

“Menurutmu aku berbakat menjadi seorang penulis cerpen tidak?” tanyaku sedikit bercanda sekaligus menjawab pertanyaanmu

“Eh, nggak hehehehehe” jawabmu dengan nada yang riang seperti biasanya saat kita sering bercanda dan tertawa bersama

“Serius?” tanyaku lalu kamu langsung mencipratkan air lalu yang agak dingin lalu berlari dan segera ku kejar.

           Kita berlari hingga lelah dan pada akhirnya kita saling berpandangan dan tanpa ku sangka kata-kata itu melesat begitu saja “Aku suka kamu”. “Aku juga suka dirimu yang selalu ada untukku” katamu seraya memadang jutaan bintang yang ada di angkasa. Bulan pun perlahan-lahan naik menggantikan sang surya yang sudah tenggelam menambah indahnya malam itu.

          Namun masihkah teringat padamu peristiwa itu? Adakah terkenang dibenakmu kini? Karena ku rasa semua berlalu begitu saja engkau menghilang bak ditelan bumi. Semua perubahan itu mulai terasa ketika kita mulai menginjak bangku SMA, aku masih berada di Jogjakarta sedangkan engkau berpindah karena ingin melanjutkan pendidikan di sekolah yang menurutmu lebih baik.

“Mengapa, bukankah engkau telah berjanji untuk terus bersamaku?” hanya kata itu yang dapat ku ucapkan padamu melalui teleponku

“Maaf” katamu seiring jatuhnya air mata

          Bukan maksudku untuk melukai hatimu apalagi membuatmu menitikkan air mata namun apakah kisah cinta yang berakhir bahagia hanya ada di film-film? Mungkinkah kisah cinta yang bahagia akan terjadi bagiku? Lalu ku siapkan seluruh tekadku, ku tutup telepon itu ku siapkan secarik kertas yang sudah lama ingin ku berikan kepadamu ku nyalakan sepeda motor dan ku lihat jam dinding yang menunjukkan masih ada dua jam sebelum keberangkatanmu.

          Sesampainya di bandara ku lihat dirimu dan semua anggota keluargamu yang telah bersiap lalu ku berlari menghampirimu ku berikan kertas itu padamu tanpa peduli tentang apa yang akan terjadi selanjutnya dan aku langsung berlari menjauh.

         Tiga bulan telah berlalu setelah kejadian itu lalu tak sengaja aku mendapatkan sebuah pesan singkat darimu yang perlahan mulai ku lupakan walaupun tak pernah hilang dari benakku. “Terima kasih atas semua yang udah kamu berikan untukku dan sebenarnya apa yang kamu tuliskan di kertas itu juga sama seperti apa yang kurasakan sesaat sebelum aku beranjak menjauh”. Ternyata apa yang ku rasakan tak pernah ku tanggung sendiri, kesedihan ini perlahan mulai berlalu bersamaan dengan berhembusnya angin baru dalam hidupku.