Thursday, March 10, 2016

Sambatlah Sebelum Sambat Dilarang

“Tunggu aku” suatu dialog muncul tanpa adanya prolog

            Dan ia pun beranjak, menuju ketidakpastian menjelang masa depan yang menurutnya indah. Di antara guyuran hujan, aku kembali menuju rumah sebuah tempat yang aman dan nyaman penuh dengan perlindungan bagi ancaman yang datang dari luar. Ku banting pintu dan ku kunci. Meringkuk di pinggiran dan bergumam

“Tidak, ini salah” dan bangkit

“Hmmmm, pakaian yang mana yang pantas ku pakai hari ini ya?” gumamku

Jog Jakarta, 11 maret 2016

Keblinger

Di antara banyaknya kisah, pasti kita memiliki suatu kisah yang mungkin menarik untuk diceritakan. Kisah ini akan terdengar menarik karena akan saya coba ungkapkan menurut pandangan subjektif saya yang saya tahu bahwa apa yang saya ketahui dan saya lihat amatlah terbatas. 
       Apa yang membuat suatu cerita atau peristiwa itu menarik? Jawabannya sangatlah mudah! Reaksi dari pembaca, pendengar, atau mungkin seseorang yang melihat secara langsung. Saya tertawa terbahak-bahak ketika apa yang menjadi prediksi saya selama ini menjadi suatu kenyataan yang bagi beberapa orang kenyataan tersebut sulit untuk saya terima.
Beberapa psikolog mungkin akan mendeskripsikan watak saya agak kurang waras ketika seharusnya saya menangis tetapi malah tertawa. Kawan, yang salah bukan diri saya ataupun otak saya, melainkan dunia ini. Pernahkah engkau berpikir bahwa dunia ini tidak adil? Justru sebaliknya! Dunia ini adil karena tidak adil bagi semua orang.
Mungkin diriku ini kafir, tetapi adakah kafir yang tetap percaya kepada Tuhannya? Adakah kafir yang masih memasrahkan semua jalan hidupnya kepada Bapanya? Entah.
Bah, buat apa agama ini bila hanya membatasi diri sendiri? Buat apa agama bila kita masih mengkotak-kotakkan antar agama dengan istilah kafir dan semacamnya? Ataukah  mungkin kita harus berefleksi, Tuhankah atau ego kah yang kita sembah? Semua pertanyaan dan doktrinasi mengenai agama membuatku muak.
Cukup lucu juga sih jika membayangkan hidupku bila aku bisa berdialog dengan sang Maha Pencipta. 
"Tuhan, terimakasih atas berkat-mu sehingga aku bisa berhenti sejenak di titik ini. Namun bilamana aku harus berlari lagi, aku akan berlari seturut kehendak-Mu"
Mungkin itulah yang bisa aku ucapkan jika membandingkan diriku dengan aku yang lalu. Jujur saya sendiri sering pusing sendiri jika menghadapi masalah yang saya rasa di luar kapabilitas saya. Mungkin selama ini di antara keterbatasan itulah Tuhan menyusupkan penolong yang entah datang dari mana. 
Bagi beberapa pribadi mungkin akan menilai saya sangat membawa perasaan namun apa guna manusia bila ia tidak memiliki sisi ini. Lha, wong Tuhan sudah menciptakan saya begini adanya masa saya harus menentang anugrah yang diberikan oleh-Nya. Saya lebih memilih untuk mengatakan apa yang selama ini saya tuliskan, ucapkan, dan lakukan adalah suatu tindakan yang humanis.
Bilamana ada tertulis dalam Kitab Suci bahwa Yesus mengatakan kepada Bapa-Nya: "Ke dalam tangan-Mu kuserahkan nyawa-Ku". Mungkin saya hanya bisa menyatakan bahwa ke dalam Bapa ku, ku pasrahkan semua masa depanku, segala yang Engkau rencanakan ku yakin lebih baik dari apa yang telah aku susun matang-matang.